Menakar Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur untuk Membantu Para Pekerja Sektor Perikanan

Menakar Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur untuk Membantu Para Pekerja Sektor Perikanan
Focus group discussion tentang ‘Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Bagi Nelayan Bitung'. Foto: source for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan perikanan yang dijalankan selama periode 2014-2023 dinilai membuat kinerja industri perikanan menurun secara signifikan.

Penurunan ini terjadi karena tata kelola perikanan yang tidak efektif dan efisien sehingga tingkat keberlanjutan tidak seimbang antara ekologi dan ekonomi.

Gejala itu paling tidak terjadi di Bitung, Sulawesi Utara. Menurut Wali Kota Bitung Maurits Mantiri, pada 2014 produksi ikan olahan kaleng mencapai 70 ton per hari. Namun saat ini tingkat produksi hanya berkisar antara 20-40 ton saja.

“Ini penurunan yang sangat jauh dan mengakibatkan 14 ribu pekerja dirumahkan,” kata Maurits dalam focus group discussion tentang ‘Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Bagi Nelayan Bitung’ pada 16 November 2023 lalu

"Bagaimana jalan keluar yang akan diberikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan agar kondisi perikanan di Bitung dapat membaik?" sambungnya.

Kepala Dinas Perikanan Provinsi Sulawesi Utara Tienneke Adam menyampaikan Bitung adalah kota pelabuhan yang memiliki banyak industri perikanan, baik perikanan tangkap maupun pasca-tangkap.

“Pengolahan ikan yang dimiliki sebanyak 111 unit yang terdiri dari processing untuk produk kaleng, frozen tuna, fresh, dan smoke fish,” katanya. Dengan potensi ini, Bitung berpeluang untuk menguasai perikanan dunia.

Secara geografis, kata Tienneke, Sulawesi Utara memiliki posisi strategis untuk mengekspor produk perikanan ke Cina, Korea, Jepang, dan negara-negara lain.

Komponen kebijakan penangkapan ikan terukur adalah, pengaturan pendaratan ikan pelabuhan, perizinan dan kontribusi sektor perikanan negara lebih baik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News