Menelusuri Sisi Kumuh Johannesburg

Naik Taksi Pun Harus Antri Mengular

Menelusuri Sisi Kumuh Johannesburg
KUMUH - Pasar loak di North Johannesburg, kawasan downtown, yang menjual barang-barang bekas maupun curian. Foto: Yuyung Abdi/Jawa Pos.
Saat berjalan-jalan itulah, Jawa Pos melihat sudut-sudut kota yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan Sandton. Timbunan sampah terlihat di beberapa titik, sehingga menimbulkan bau tak sedap. Cat bangunan dari gedung-gedung yang berdiri di pinggir jalan, terlihat banyak yang mengelupas.

Ketika Jawa Pos melintas di depan Park Central Taxi Terminal, yakni tempat mangkalnya angkutan umum (masyarakat di sana menyebutnya taxi), tampak lalu-lintasnya macet dan semrawut. Selain itu, para penumpangnya terlihat antre mengular hingga panjangnya mencapai lebih dari 50 meter.

Ketika Noah ditanya, mengapa antrinya bisa sepanjang itu, dia mengatakan, bagi warga Afrika Selatan kelas bawah, angkutan umum di tempat itu adalah satu-satunya alat transportasi untuk bepergian. "Yang naik banyak, tapi jumlah kendaraannya masih sangat terbatas," katanya.

Dari terminal itulah, warga bisa bepergian ke mana pun dengan tarif sangat murah. Paling dekat bisa ke Midrand, tapi juga bisa ke Durban, bahkan ke Cape Town. Misalnya, jika pergi ke Durban dengan menggunakan Greyhound (semacam bus Patas-nya di Afsel), tarifnya 260 Rand per orang. Tapi dengan angkutan taksi ini, cukup dengan uang 85 Rand jika ingin ke Durban. Bisa jadi karena murah, sehingga alat transportasi itu menjadi favorit warga kelas bawah.

Kota Johannesburg tak hanya punya sisi yang serba megah dan mewah. Di bagian lain dari kota itu, ada sebuah kawasan yang terlihat kumuh. Di sana,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News