Tumbang di Final PD ke-6

Catatan Arsito Hidayatullah, Jakarta

Tumbang di Final PD ke-6
LANGSUNG - Begini kira-kira mungkin pemandangannya kalau menonton langsung laga final Piala Dunia - jika anda adalah Presiden FIFA. Foto: Alexander Hassenstein/Getty Images/FIFA.com.
MAAF. Tulisan yang satu ini bukan kabar dari Afrika Selatan (Afsel). Judul di atas juga bukan merujuk pada Belanda, karena tim Oranje sendiri baru menjalani final Piala Dunia (PD)-nya yang ketiga tahun ini. Ini adalah tulisan pribadi, berdasarkan pengalaman dan catatan pribadi, dari sudut pandang yang benar-benar pribadi (orang bilang namanya 'curcol'). Tapi, mungkin saja cukup layak disimak sejenak, karena masih berhubungan dengan sepakbola dan world cup, cabang olahraga serta even yang disuka jutaan umat manusia, di Indonesia maupun di dunia.

Sejak awal gebyar PD 2010 mulai bergema, khususnya dalam beberapa bulan terakhir, saya secara pribadi sudah merasakan bangkitnya kembali semangat tersendiri. Pertama, sebagai salah seorang pecinta bola (meski bukan pemain maupun pengurus bola), kedua, sebagai seorang jurnalis yang notabene bakal berhubungan banyak dengan sumber data sekaligus sajian tulisan-tulisannya. Dan sejak awal, kendati memfavoritkan kekuatan klasik macam Brazil dan Jerman untuk menjadi juara, keyakinan itu ada bahwa PD kali ini akan berbeda, bagaimanapun itu caranya. Tentu saja, karena ini bukan kebetulan adalah even kali pertama di Afrika.

Dalam perjalanan itulah, ketika kemudian putaran final PD 2010 benar-benar dibuka dan berlangsung dengan segala kejutan dan dramanya, dari hari pertama hingga menjelang final, kenangan sejumlah PD sebelumnya pun kerap kembali hadir di ingatan. Kenangan akan laga final tepatnya, karena memang partai puncak-lah yang lazimnya oleh banyak orang lain juga paling dikenang.

Saya sudah merasakan atmosfir final PD sejak 1986 - mungkin juga sudah sejak Espana '82 meski ini samar-samar sekali - yang diadakan di Meksiko. Logo PD bertopi sombrero itu masih terpatri di ingatan masa kecil karena terasa lucu dan menghibur. Sementara tayangan-tayangan pertandingannya yang diingat, adalah banyaknya hiburan adegan-adegan aneh dan kocak sebagai intermezo. Tayangan finalnya sendiri tak begitu ingat, namun di antaranya ada sosok Karl-Heinz Rummenigge, Rudi Voeller, serta Jorge Burruchaga (asal Argentina, yang kemudian jadi juara). Oya, sebelumnya, tentu gol 'tangan Tuhan' dan dribble separuh lapangannya Maradona (di perempat final) pun masih bisa diingat.

MAAF. Tulisan yang satu ini bukan kabar dari Afrika Selatan (Afsel). Judul di atas juga bukan merujuk pada Belanda, karena tim Oranje sendiri baru

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News