Mengikhtiarkan Muktamar NU yang Teduh

Mengikhtiarkan Muktamar NU yang Teduh
Sidang pleno Muktamar ke-34 NU di Lampung. Foto: Dok. PBNU

Jika memang ada perbedaan yang tidak bisa disatukan, maka ada penghormatan atas dasar tafahhum (saling memahami) dan tasammuh (mentolerir).

Dalam praktiknya, kondisi ideal tersebut bisa ternegasikan karena faktor kepentingan individu/kelompok yang bersifat subjektif.

Hasil muktamar tidak jarang menyisakan luka, duka, perselihisan, bahkan perpecahan. Ini yang terus dijaga dan diantisipasi oleh panitia. Spirit kebersamaan terus menjadi semangat dalam seluruh rapat, baik formal maupun informal.

Dalam upaya untuk terus merawat dan mengikhtarkan muktmar berjalan sebagaimana mestinya, yakni musyawarah dengan guyub dan rukun, maka SC berupaya untuk melakukan tahrir mahallin niza’: mengdentifikasi titik-titik kritis yang berpotensi menjadi masalah krusial dan memicu perdebatan.

Langkah berikutnya adalah mengurai dan mencari jalan keluar, dengan stretegi al-jam'u wa al-taufiq.

Beberapa titik kritis yang teridentifikasi antara lain; (i) penentuan validasi kepesertaan, (ii) penyusunan jadwal dan lokasi sidang-sidang, (iii) penentuan pimpinan sidang; (iv) pelaksanaan laporan pertanggngjawaban, (v) penentuan AHWA dan mekanismenya, (vi) pemilihan mide formatur; serta (vii) teknis pemilihan Ketua Umum.

Untuk mengurainya, SC melalui kepemimpinan Prof Nuh dan Kiai Niam membangun komunikasi dengan beberapa pihak, khususnya yang menjadi “tim inti” calon ketua umum Tanfidziyah.

Pertemuan antar-juru runding ini dilaksanakan beberapa kali di beberapa tempat. Masing-masing diwakili oleh tiga delegasi. Ada Pak Nusron Wahid, Amin Said Husni, dan Miftah Faqih serta Ishfah Abidal Aziz. Ada juga Kiai Marsyudi Syuhud, Robikin Emhas, Andi Najmi, dan Ulil Abshor Abdala.

KH Miftachul Akhyar terpilih sebagai Rais Am Syuriah dan KH Yahya Cholil Staquf jadi Ketua Umum Tanfidziah PBNU pada Muktamar ke-34 NU.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News