Menimba Ilmu dari Pikiran-pikiran Goenawan Mohamad

Background di Balik Berita dari Forum Pemred JP Group di Pekanbaru, Riau (7)

Menimba Ilmu dari Pikiran-pikiran Goenawan Mohamad
SHARING: Goenawan Mohamad berbagi pengalaman di Forum Pemred Jawa Pos Group di Pekanbaru, Riau. Foto: Riau Pos/JPNN

Dengan intonasi yang konstan, bahasa yang runtut, kosa kata yang variatif, tak ada pengulangan kalimat, membuat audience di ballroom Labersa Hotel, Pekanbaru itu asyik mendengar kata demi kata. Inilah yang membuat problem leadership 2014 menjadi lebih rumit.

Ini matching dengan hasil survey Metro TV, soal calon presiden alternatif, di mana Dahlan Iskan mendapat 38,8 persen, disusul Joko Widodo 17,11 persen, Anis Matta 13,3 persen, Mahfud MD 10,96 persen, Anis Baswedan 7,1 persen, Teras Narang 3,69 persen, Chaerul Tanjung 2,19 persen, Sandiaga Uno 1,87 persen, Firmanzah 1,2 peren, Komarudin Hidayat 0,96 persen, Gita Wiryawan 0,9 persen, Soekarwo 0,67 persen, Rahmad Gobel 0,45 persen, Pramono Anung 0,52 persen, dan Priyo Budi Santoso 0,26 persen.

Sehari sebelumnya, Dahlan juga menegaskan sikapnya di Forum Pemred itu atas beberapa penanya soal pencapresan dirinya di 2014. “Saya berpendapat, pintu untuk saya itu tidak ada. Saya tidak berpartai, tidak mengikuti partai, tidak menjadi ketua umum partai. Teoretis, pintu untuk saya tidak ada. Tapi pintu itu kan masih bisa dibuka kalau mau. Misalnya dengan cara digedor-gedor. Tapi saya bukan tipe orang yang suka menggedor-gedor pintu seperti itu. Saya percaya urusan presiden itu ada campur tangan Tuhan. Saya percaya itu,” jelas Dahlan Iskan.

Rupanya, Goenawan Mohamad juga pernah menayakan dan meminta hal sama kepada Dahlan Iskan. “Ini bukan penugasan Tempo. Ini tugas sejarah. Ini tugas republik, tugas negara. Bukan untuk ambisinya, tetapi karena kapasitasnya. Seperti pemilihan Ketua RT, pasti tidak ada yang mau, semua menolak. Padahal, kalau tidak ada yang mau, suasana kerukunan tetangga juga bisa terancam?” ungkap Mas Goen.

Dia tidak sedang merayu Dahlan, apalagi membujuknya. Dia justru kasihan dengan Dahlan Iskan, karena begitu masuk bursa capres, secara otomatis sudah banyak “moncong senapan” yang mengarah ke mukanya. Itu akan menjadi beban baginya, dalam bekerja saat ini. Rival politiknya bisa melakukan apa saja untuk memangkas, sebelum bersemi. “Saya tahu, Dahlan tidak ada beban. Dahlan sendiri tentu tidak menyesal, kalau akhir tidak ada pintu partai. Saya tahu betul betul orangnya. Dia selalu tidak peduli dengan soal-soal beginian. Apalagi dengan politik dan calon mencalonkan itu,” paparnya.

Goenawan Mohamad tidak percaya, bahwa dunia ini ada optimisme. Dia juga tidak percaya pada pesimisme. Karena optimisme dan pesimisme itu berasumsi bahwa orang mengetahui masa depannya. “Yang harus dilakukan adalah menciptakan dan membuat harapan di setiap saat. Karena harapan itu tidak datang dari langit. Tidak bisa ditunggu, tidak bisa diberikan kepada orang lain. Tetapi harus diperjuangkan, dengan menyampaikan kepada rakyat Indonesia. Di situlah politik mengatasi soal kemenangan dan kekalahan. Di situ pula politik juga membawa pesan besar, yakni tentang perbaikan politik yang sehat dan fair,” sebut GM.(don/habis)


PENYAIR, sastrawan, jurnalis, penyunting, penulis “Catatan Pinggir” Majalah Tempo, Goenawan Mohamad turut berbagi pengalaman di Forum


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News