Menyimak 3 Tahun Kedaulatan Pangan

Menyimak 3 Tahun Kedaulatan Pangan
Direktur Suropati Syndicate, Alhe Laitte. Foto dok Humas Kementan

jpnn.com - Menyimak opini pengamat pertanian atau guru besar di salah satu kampus tentang Kedaulatan Pangan, Lembaga Kajian Suropati Syndicate menilai opini guru besar tersebut seolah pemerintah tidak benar dalam membangun pangan dan pertanian di negeri ini.

Penilaian tersebut bermula dari mempersoalkan akurasi data dan mengarah pada kebijakan dan manajemen yang tidak tepat. Padahal menurut Direktur Suropati Syndicate, Alhe Laitte, data memang begitu adanya sejak dulu.

“Ini data sudah terjadi sejak 30 tahun lalu, tidak perlu dipersoalkan lagi karena sejak 2015 sudah ditetapkan kebijakan Pemerintah satu data pangan yang dikoordinasikan oleh BPS dan sekarang BPS Bersama K/L terkait sedang bekerja meningkatkan kualitas data pangan,” tuturnya.

Kemudian, penduduk miskin di pedesaan dikatakan pengamat itu hanya menurun sedikit 0,41% tidak sebanding dengan kenaikan PDB rata rata 4,97% pertahun dan inflasi inflasi dibawah 4%. Padahal penduduk miskin di pedesaan sudah turun 675 ribu jiwa selama tiga tahun terakhir atau turun 1,2% pertahun lebih bagus dibandingkan turunnya penduduk miskin di perkotaan.

Angka penurunan kemiskinan tersebut dalam koridor wajar dikaitkan hukum dan teori ekonomi yang ada. Justru angka kemiskinan berada pada 10-11%, maka tidak gampang menurunkan lagi, kecuali dengan terobosan seperti selama ini.

“Jangan terbolak-balik analisisnya, pengakuan bahwa kemiskinan di pedesaan turun, itu justru menjadi pembenaran bahwa kesejahteraan petani meningkat dong, bukan kesejahteraan turun,” ujarnya.

Lebih lanjut Alhe mengatakan indikator Nilai Tukar Petani (NTP) pun tidak perlu dipersoalkan lagi dan jangan dijadikan alat pembenaran, karena sudah jelas NTP bukan alat tepat mengukur kesejahteraan petani, melainkan ukuran kemampuan daya beli petani, yang berfluktuasi sesuai perkembangan indek harga.

“Disebutkan data kemiskinan di pedesaan menurun, sementara NTP juga turun, itu artinya menjadi bukti kuat bahwa NTP tidak valid penanda kesejahteraan petani,” lanjutnya.

Penilaian tersebut bermula dari mempersoalkan akurasi data dan mengarah pada kebijakan dan manajemen yang tidak tepat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News