Menyoal Peta Ganti Rugi

Menyoal Peta Ganti Rugi
Menyoal Peta Ganti Rugi
Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air, Supiatun selalu membeli dengan harga Rp 1.300 per jeriken. Padahal, untuk sehari, dia membutuhkan dua jeriken air. Untuk mandi, dia dan keluarganya tetap mengandalkan air sumur yang bau. "Mari adus, gatel-gatel," ucapnya.

 

Supiatun adalah salah seorang warga yang menuntut agar dimasukkan ke dalam peta terdampak. Namun, pemerintah belum mengiyakan. Pemerintah hanya memberikan bantuan sosial. Bantuan itu diberikan kepada sembilan RT. Jenisnya, uang evakuasi Rp 500 ribu per kepala keluarga (KK). Ada juga biaya kontrak rumah Rp 2,5 juta per KK per tahun. Selain itu, warga menerima uang jatah hidup (jadup) Rp 300 ribu per jiwa per bulan selama enam bulan.

 

Mirisnya, bantuan sosial untuk jadup itu pun sering telat. Menurut catatan Jawa Pos, uang jadup diberikan sejak Agustus hingga Desember 2009. Namun, giliran bulan kelima, pembayaran molor hingga lima bulan kemudian. Uang yang seharusnya diterima Desember lalu baru diterima sebagian warga bulan ini.

 

Bagaimana warga 12 desa yang masuk peta terdampak? menjelang empat tahun bencana ini, pembayaran ganti rugi dari PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), anak usaha Lapindo, juga kian tidak jelas. Uang pengganti untuk 80 persen yang dibayarkan per bulan itu selalu molor dari yang sudah dijadwalkan. Bahkan, ada korban yang belum menerima ganti rugi sama sekali.

 

SELAIN  semburan lumpur yang terus membesarserta - teror - munculnya bubble dan amblesan, rentang empat tahun bencana lumpur Lapindo juga masih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News