Menyusuri Kampung Bersejarah China Benteng
Dupa di Teras Rumah, Kertas Mantra Menempel di Pintu
Senin, 19 April 2010 – 06:34 WIB
Kendati begitu, ada yang sedikit berbeda dan unik di kampung tersebut. Di teras hampir semua rumah dipasang dupa. Lalu, di atas pintu ditempel kertas berwarna kuning. Kertas kecil berukuran sekitar 20 x 6 sentimeter itu bertulisan huruf Tiongkok berwarna merah.
Baca Juga:
"Kata leluhur kami, itu mantra untuk menolak bala. Tapi, saya nggak tahu namanya apa. Cuma nurut kata orang tua," kata Loa Sun Yam, 39, warga yang tinggal di RT 04/RW 04, saat ditemui Jawa Pos kemarin siang (18/4).
Ya, hampir semua penghuni kampung di bantaran sungai tersebut adalah warga keturunan Tionghoa. Kampung tua yang diperkirakan ada sejak 1830 itu lebih dikenal dengan sebutan Kampung China Benteng atau disingkat Chinben. Luasnya sekitar 10 hektare. "Meskipun kami keturunan (Tionghoa, Red), nggak ada yang kaya. Semuanya hidup susah," keluh wanita yang memiliki nama lain Meliana itu.
Dia menceritakan, sebagian besar warga kampung tersebut berprofesi sebagai pedagang kecil, seperti pembuat roti keliling dan pedagang yang meracang. Banyak pula yang menjadi pembantu rumah tangga dan buruh kasar di kampung sekitar. "Sisanya adalah tukang rongsokan dan penganggur," tutur wanita berkulit gelap itu.
Kampung China Benteng tampak seperti museum hidup di Kota Tangerang. Kampung itu ada sejak ratusan tahun lalu. Masyarakatnya menghuni kawasan di
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor