Merasakan Suasana Ramadan di Negeri Aquino (1)

Bertemu Takmir Blue Mosque yang Sekretaris Pembebasan Moro

Merasakan Suasana Ramadan di Negeri Aquino (1)
Agus Mustofa di depan ribuan makam tentara Amerika yang gugur dalam Perang Dunia II di American Cemetery & Memorial di kawasan Taguig City, Manila, Sabtu (20/6). Foto: Agus Mustofa For Jawa Pos

Di situlah dimakamkan dan diabadikan nama ribuan tentara Amerika korban Perang Dunia II, baik yang jasadnya sudah ditemukan maupun yang hilang tak tentu rimba. Lokasinya berada di kompleks apartemen dan perumahan elite seluas 60 hektare. Rumput dan pepohonannya sangat terawat, jauh lebih bagus daripada beberapa lapangan golf yang kami lewati.

Sebagian besar tentara yang dimakamkan di sana beragama Kristen. Ditandai dengan nisan berbentuk salib. Berjajar rapi di padang rumput yang berbukit-bukit. Di antaranya juga terlihat nisan berbentuk bintang David yang menunjukkan di dalamnya terkubur tentara beragama Yahudi.

Tak jauh dari situ, terpampang ribuan nama di pilar-pilar lebar disertai diorama dan peta Perang Dunia yang memakan banyak korban itu. Meskipun tidak ramai, American Cemetery & Memorial tersebut menjadi salah satu objek wisata menarik bagi wisatawan mancanegara.

Dari Taguig City, kami menuju Manila City melewati Kedutaan Amerika Serikat. Lokasinya yang luas persis berada di tepi pantai, terlihat kapal-kapal besar. Konon, lokasi itu dipilih supaya tentara Amerika Serikat mudah mengakses kedutaannya dari arah laut. Maklum, Filipina adalah negara yang pernah dijajah AS (1898–1946) dan diberi kemerdekaan setelah dikuasai 48 tahun.

Sebelumnya Filipina dijajah Spanyol (1521–1898). Dan, jauh sebelum itu, negara kepulauan yang berhadapan dengan Samudra Pasifik tersebut terdiri atas kerajaan-kerajaan kecil dan kesultanan Islam (900–1521). Di antaranya adalah Kerajaan Tondo, Kerajaan Cebu, Kerajaan Manila, Kerajaan Butuan, Kesultanan Maguindanao, dan Kesultanan Sulu. Mereka kemudian dikalahkan Spanyol yang menjajahnya lebih dari tiga setengah abad.

Pengaruh pendudukan yang sedemikian lama itu terlihat dari keberhasilan mereka mengubah gaya hidup warga Filipina serta mengubah agama mayoritas yang semula didominasi Islam menjadi Katolik hingga sekarang. Itu mirip dengan yang terjadi di Cordoba, Spanyol.

Yang menarik, kemerdekaan yang diakui negara bukanlah kemerdekaan yang diberi Amerika pada 1946, melainkan kemerdekaan dari penjajahan Spanyol 12 Juni 1898. Dengan begitu, beberapa hari yang lalu masyarakat Filipina baru saja merayakan kemerdekaannya yang ke-117. Sedangkan 4 Juli 1946 hanya diakui sebagai Philippines-American Friendship Day alias Hari Persahabatan Filipina-AS belaka.

Di Taguig City, kami juga berkunjung ke pusat dakwah Islam. Di antaranya adalah Blue Mosque di kawasan Mindanao Ave, Maharlika Village. Di pintu gerbangnya terdapat papan bertulisan: Blue Mosque and Cultural Center. Bukan hanya masjid dalam arti sebagai tempat ibadah salat, tapi juga sebagai pusat kegiatan budaya Islami.

Pada 19–21 Juni lalu penulis buku seri tasawuf modern Agus Mustofa diundang secara khusus oleh Kedutaan Besar RI di Manila, Filipina, untuk

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News