Merawat Kebhinnekaan Tanpa Meninggalkan Karakter

Merawat Kebhinnekaan Tanpa Meninggalkan Karakter
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyampaikan Orasi Kebangsaan "Merawat Kebhinnekaan dan Memajukan Pemuda Menuju Indonesia Emas 2045," di Graha Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya, Kamis (12/10). Foto: Humas MPR for JPNN

Lebih lanjut diungkapkan, ketika bangsa ini merdeka, 17 Agustus 1945, Pancasila yang ada adalah Pancasila yang disepakati pada 22 Juni 1945.

Pancasila itu disepakati oleh Tim 9, 4 anggota Tim 9 adalah Abikusno Tjokrosuyoso, Wachid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Agus Salim. “Mereka adalah dari golongan Islam,” ujarnya.

Dalam Piagam Jakarta tersebut, Sila I Pancasila mengatakan, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Namun pada hari selanjutnya, utusan masyarakat Indonesia bagian timur yang beragama non-Muslim menemui Mohammad Hatta menyatakan keberatan dengan Sila I itu.

Setelah melakukan lobi-lobi akhirnya keberatan itu diterima sehingga Sila I Pancasila bunyinya seperti Pancasila saat ini.

“Tokoh-tokoh Islam mengakomodasi keberatan itu,” ujarnya. “Sila pertama Pancasila yang disepakati selanjutnya akhirnya diterima semua kelompok,” tambahnya.

Ditegaskan oleh Hidayat Nur Wahid, Sila pertama Pancasila itu menunjukkan adanya relasi, hubungan, antara negara dan agama.

Dalam kesemptan itu Hidayat mengungkapakan bangsa Indonesia pernah mengalami sejarah kelam yaitu terjadi pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan G30S/PKI.

Hidayat Nu Wahid mengatakan bahwa agama Islam tidak pernah mendikotomikan antara urusan dunia dan akhirat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News