Nalar Progresif Bawaslu Diskualifikasi Petahana

Oleh: Benny Sabdo, Anggota Bawaslu Kota Jakarta Utara

Nalar Progresif Bawaslu Diskualifikasi Petahana
Anggota Bawaslu Kota Jakarta Utara, Benny Sabdo. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com - Menyoal keadilan dapat kita mulai dari Plato (428-348 SM) yang mengamati bahwa keadilan hanya merupakan kepentingan yang lebih kuat (justice is but interest of the stronger). Secara ringkas, keadilan sebagai hal yang dirasakan banyak orang, yaitu apabila ada seseorang melakukan kejahatan, maka harus dihukum.

Banyak orang menganggap ini adil. Lalu bagaimana menjejak keadilan yang mudah dipahami?    

Baru saja Bawaslu menyampaikan ada enam kepala daerah peserta pilkada 2020 yang direkomendasikan untuk didiskualifikasi. Menurut Ketua Bawaslu Abhan, ada pun enam calon kepala daerah yang direkomendasikan sanksi diskualifikasi, yakni petahana yang diduga menggunakan anggaran daerah untuk kepentingan kampanye, seperti bantuan sosial Covid-19.

Hal tersebut melanggar Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Selain itu, calon kepala daerah yang direkomendasikan diskualifikasi karena melanggar Pasal 71 ayat (2) tentang larangan mutasi jabatan enam bulan sebelum penetapan calon tanpa izin menteri.

Berikut daftar kepala daerah yang didiskualifikasi, yaitu Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua; Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan; Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara; Kota Gorontalo, Gorontalo; Kabupaten Kaur, Bengkulu dan Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Merespons rekomendasi Bawaslu tersebut, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan KPU daerah masing-masing menindaklanjuti dengan melakukan kajian, pasangan calon di Pegunungan Bintang, Gorontalo, Halmahera Utara dan Kaur tidak terbukti seperti sangkaan Bawaslu. Karena itu, para pasangan calon di daerah itu ditetapkan KPU memenuhi syarat dan tetap menjadi peserta pilkada.

Sementara KPU Banggai menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dengan menetapkan pasangan calon yang bersangkutan tidak memenuhi syarat. Akan tetapi, pasangan calon menempuh upaya hukum ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan gugatannya diterima. Hal serupa terjadi di Ogan Ilir, KPU setempat menetapkan pasangan calon yang bersangkutan tidak memenuhi syarat. Namun, mereka mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung.

Keberanian Bawaslu dalam menerapkan sanksi diskualifikasi terhadap pasangan calon petahana kali ini patut kita apresiasi. Nalar progresif Bawaslu dalam upaya menegakkan keadilan pemilihan perlu direplikasi di berbagai daerah pemilihan lainnya.

Nalar progresif Bawaslu dalam upaya menegakkan keadilan pemilihan perlu direplikasi di berbagai daerah pemilihan lainnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News