Nestapa Pekerja Migran di Singapura, Mati Rasa karena Lockdown

Nestapa Pekerja Migran di Singapura, Mati Rasa karena Lockdown
Nestapa Pekerja Migran di Singapura, Mati Rasa karena Lockdown

Sarker Dilip warga negara Bangladesh tertular COVID-19 saat bekerja di Singapura tahun lalu, tapi menganggap dirinya masih beruntung.

Pria berusia 32 tahun itu melakukan perjalanan ke Dhaka, ibu kota Bangladesh pada awal pandemi, sebelum aturan ketat diberlakukan yang membatasi pergerakan 300.000 pekerja dan buruh asing di Singapura.

"Saya beruntung karena saya sempat pulang ke rumah selama 15 hari untuk menghadiri pernikahan saudara laki-laki saya dan bisa kembali ke Singapura Maret lalu," katanya kepada ABC.

"Tapi banyak orang yang sudah lama tidak bisa pulang dan masih di Singapura dan tidak bisa ke mana-mana."

Selain tidak diizinkan terbang pulang selama pandemi, buruh migran seperti dirinya dilarang berbaur dengan warga saat bekerja di Singapura, setelah angka penularan melonjak di negara itu.

Mereka dibatasi untuk mengunjungi tempat kerja dan asrama, karena khawatir mereka menyebarkan virus corona.

Meskipun sudah 82 ??persen populasi menerima dua dosis vaksin, Kementerian Kesehatan Singapura mencatat 2.236 kasus COVID-19 baru pada Rabu kemarin (29/09), jumlah tertinggi sejak awal pandemi, dengan 515 kasus penularan terjadi di asrama pekerja migran.

Setelah membuka kembali perbatasannya, karena menjadi salah satu negara yang paling banyak divaksinasi di dunia, Singapura harus menerapkan kembali pembatasan ketat, meski kasus penyakit parah dan kematian tetap relatif rendah, dengan hanya tercatat 85 kematian dari total populasi 5,7 juta orang.

Buruh asing di Singapura dilarang untuk berbaur dengan publik, pergerakannya dibatasi, dan merasa terkurung di asrama selama pandemi

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News