Nestapa Pekerja Migran di Singapura, Mati Rasa karena Lockdown

Nestapa Pekerja Migran di Singapura, Mati Rasa karena Lockdown
Nestapa Pekerja Migran di Singapura, Mati Rasa karena Lockdown

Tetapi dengan 30 kematian yang dilaporkan bulan ini, pihak berwenang minggu ini memangkas jumlah orang yang boleh bertemu, yakni dari lima orang menjadi dua, termasuk untuk makan di restoran.

Sarker, yang bekerja di sebuah pabrik dekat Bandara Changi dan tinggal di asrama di Jurong mengatakan kenangan perjalanan pulang tahun lalu membantunya melewati masa-masa sulit.

Dia tertular COVID-19 pada April 2020, beberapa minggu setelah kembali dari Dhaka.

Dengan gejala tak terlalu parah, Sarker tidak perlu dirawat di rumah sakit, hanya saja melakukan isolasi dalam waktu yang lama.

Berada di Singapura sejak 2008, pria berusia 32 tahun ini memiliki gaji pokok sekitar Rp10 juta per bulan tetapi bisa juga Rp17 juta bila ia bekerja lembur.

Sarker mengirimkan kembali sebagian besar pendapatannya kepada istrinya, Trishna, yang menghidupi putri mereka yang berusia tiga tahun, Rodrihe, di rumah mereka di dekat Dhaka.

Setelah menerima dua dosis vaksin Moderna, dia mengatakan pembatasan pergerakannya membuat dia dan rekan-rekannya di Singapura sedih.

"Lama sekali kami tidak bisa keluar... hanya pergi bekerja dan pulang... membosankan," katanya.

Buruh asing di Singapura dilarang untuk berbaur dengan publik, pergerakannya dibatasi, dan merasa terkurung di asrama selama pandemi

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News