Netralitas Pendamping Desa Diragukan, Presiden Diminta Evalusi Menterinya

Netralitas Pendamping Desa Diragukan, Presiden Diminta Evalusi Menterinya
Rekrutmen calon pendamping desa. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Langkah ini perlu diambil agar jangan sampai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dipakai untuk membayar honor para pendamping desa ini dimanfaatkan untuk kepentingan politik menjelang Pilpres 2024 dan Pileg 2024.

Sebagaimana diketahui saat ini ada sekitar 35 ribu lebih tenaga pendamping desa yang tersebar di berbagai desa di seluruh Indonesia yang dibiayai dari APBN sebesar Rp 1,6 triliun.

Menurut Sebastian Sellor Pessa, jumlah tenaga pendamping desa dan anggaran yang dipakai dari APBN tersebut cukup besar dan ini menjadi rentan dipolitisasi menjelang Pilpres 2024 dan Pileg 2024.

Sebab, pergerakan para tenaga pendamping desa ini lebih sulit dikontrol dibanding Aparatur Sipil Negara dan Aparat Negara seperti TNI dan Polri.

Walaupun, disebutkan bahwa para tenaga pendamping desa ini adalah tenaga profesional yang membantu percepatan pembangunan di desa, tetapi praktiknya mereka sangat mudah disetir atau diatur untuk kepentingan politik tertentu.

Buktinya, pada bulan Mei 2023 lalu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Bangka Belitung (Babel) telah menemukan adanya dugaan tenaga pendamping profesional (TPP) pada Kementerian Desa yang mengampanyekan salah satu tokoh yang digadang-gadang maju di Pemilu 2024, bersama partainya.

Terkait hal ini, Bawaslu Bangka Belitung sudah mengirimkan surat teguran kepada oknum pendamping desa tersebut.

Bawaslu Babel juga telah mengirimkan rekomentasi kepada Kementerian Desa terkait indikasi dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum pendamping desa dimaksud.

Menjelang pelaksaanan Pemilu Serentak 2024 baik Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif isu netralitas aparat negara menjadi perhatian banyak pihak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News