Niat Menteri Agama Baik, tapi Waktunya Salah

Niat Menteri Agama Baik, tapi Waktunya Salah
Menteri Agama, Lukman Hakim (kiri). Foto: Ricardo/JPNN.com

“Mudah-mudahan insyaallah Pak Menteri sudah mengetahui apa yang menjadi reaksi publik,” katanya. 

Deding mengatakan mubalig hadir untuk menyelesaikan masalah. Jangan sampai, kementerian agama justru menimbulkan permasalahan baru.

Menurut dia, solusi dengan mengeluarkan daftar seperti itu justru menimbulkan perlakuan diskriminatif.

“Kemudian pertanyaannya bagaimana yang tidak di-list?” paparnya.  

Deding berharap polemik ini segera berakhir apalagi di momen tahun politik isu-isu seperti itu rawan digoreng pihak tertentu.

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno mengatakan  mubalig dan kiai  tidak pernah mempunyai tradisi seperti negara lain misalnya Malaysia yang terlembaga.

“Jadi mubalig kita tumbuh secara alami dan natural, dan sebutan itu diberikan terhadap masyarakat kepada orang secara individu saleh secara agama Islam, dan menyampaikan kebaikan,” katanya di kesempatan itu.

“Jadi, ketika ada rilis 200 mubalig wajar gaduh karena dari dulu sebutan ustaz, kiai, mubalig,  tidak pernah lahir dari negara,” tambahnya. (boy/jpnn)


Sejumlah ustaz merasa didiskriminasi karena munculnya rekomendasi 200 mubalig dari Menteri Agama Lukman Hakim.


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News