Nomaden Digital, Fenomena Baru Warga Asing di Bali

Nomaden Digital, Fenomena Baru Warga Asing di Bali
Nomaden Digital, Fenomena Baru Warga Asing di Bali

Ayok tidak terlalu peduli dengan orang asing yang datang ke Bali untuk bekerja secara online karena mereka tidak mengambil pekerjaan orang Bali.

"Bagus karena mereka bisa menghabiskan uang di sini dan tinggal di tempat sini dalam jangka panjang," kata Ayok.

"Tapi sebagian besar yang saya lihat banyak orang Barat bekerja sebagai freelancer tapi tidak online. Mereka bekerja sebagai pemandu selancar," katanya.

Ayok menjalankan kursus selancar sendiri dan keluarganya memiliki wisma kecil. Bersaing dengan usaha asing merupakan ancaman langsung. Dia mengatakan pantai kini dikuasai sekolah selancar asing dan uangnya tidak mengalir ke warga setempat.

"Mereka tidak mendukung usaha kecil kami dan mereka mengambil semua siswa. Kami tidak mendapatkan apapun," katanya.

"Saat ini, mereka hanya membayar parkir (di pantai), yaitu 2000 rupiah. Tak ada artinya," tambah Ayok.

"Pariwisata bagus dan buruk pada saat bersamaan. Intinya bagaimana menemukan keseimbangan," tutur dia.

Memberi

Beberapa komunitas nomaden digital berusaha mengimbangi dampak kehadiran mereka dengan mengerjakan proyek terkait berbagai persoalan di Bali. Salah satu contohnya adalah Proyek Desa Hijau Perenan, berupa pengelolaan limbah di utara Canggu yang ingin mereka terapkan di seluruh Bali.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News