Omzet Bisa Rp30 Juta per Hari, Dihajar Gempa, Baru Bangkit Diserbu Corona

Omzet Bisa Rp30 Juta per Hari, Dihajar Gempa, Baru Bangkit Diserbu Corona
Para penenun tradisional di Kota Palu dan Donggala ikut terdampak COVID-19. Foto: HO-Imam Basuki

"Kemarin saya datang menagih di beberapa outlet yang barangnya sudah saya pasok sejak tiga bulan lalu, hasilnya hanya Rp2 juta. Saya mau pasok lagi, mereka menolak. Belum berani terima barang dalam kondisi seperti ini," kata Imam.

Dia mengaku, meski sudah masuk masa normal baru COVID-19, tetapi pasar belum bisa normal. Jika pun ada penjualan, untungnya hanya bisa untuk biaya sehari-hari.

Sudah pasar lesu dan omzet yang hancur, tagihan dari bank juga masih tetap berjalan.

Menurut Imam, beberapa temannya dari anggota Asosiasi Tenun Donggala mengeluh karena bank terus saja datang menagih, seperti tidak memahami jika usaha mereka sedang terkapar.

Mereka sudah berusaha mengajukan keringanan, tetapi beberapa bank beralasan mereka sudah pernah mendapat keringanan sebagai dampak dari bencana gempa 28 September 2018.

"Kami tidak butuh tambahan modal karena kami tidak bisa produksi banyak karena masalahnya sekarang ada pada pasar yang lesu. Kami hanya butuh keringanan pembayaran utang," katanya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palu Syamsul Syaifudin mengakui akibat COVID-19 hampir semua pelaku usaha di Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah itu terdampak.

Meskipun demikian, kata Syamsul, masih ada sebagian usaha tetap eksis, bahkan mampu melakukan ekspansi pasar sampai ke luar daerah di tengah pandemi corona, salah satunya tepung terigu 'Kribo' khas Palu.

Para pengusaha batik di Kota Palu yang baru bangkit setelah dihajar gempa 2018, kini kembali megap-megap karena serbuan COVID-19.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News