Pakar Anggap KPU Melawan Hukum dalam Perkara Irman Gusman

Pakar Anggap KPU Melawan Hukum dalam Perkara Irman Gusman
Seminar nasional Putusan Pengadilan Versus Peraturan Perundang-undangan. Foto: source for JPNN

Menurut Gayus, hukum harus berkepastian, bermanfaat, dan tujuan hukum adalah memberi keadilan.

“Persoalannya muncul kalau terjadi konflik antara putusan PTUN melawan putusan MA dan putusan MK. Di MK dan MA yang diuji adalah norma bukan peristiwa. Kalau keadilan dan kemanfaatan tentu adalah putusan PTUN. Itu peristiwa,” ujar Gayus.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, mengatakan seharusnya KPU memberikan contoh bagaimana lembaga negara mentaati putusan peradilan, baik peradilan umum maupun PTUN sebagai wujud ketaatan kepada konstitusi sebagai pengejawantahan negara hukum (rechtsstaat).

“Sikap KPU yang tidak mau mengeksekusi putusan PTUN menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum bagi peserta pemilu, dan jelas melanggar amanat UU Pemilu,” kata Guspardi.

Menurutnya, sikap seperti itu tidak terpuji, karena telah mempertontonkan arogansi.

“Sudah banyak diskursus yang membahas terkait ketaatan atau kepatuhan aparatur atau instansi pemerintah terkait eksekusi putusan PTUN, tetapi dari tahun ke tahun tetap saja ada yang tidak melaksanakan atau patuh pada putusan PTUN,” katanya.

Secara regulasi, apabila KPU tidak mentaati aturan putusan lembaga pengadilan yang bersifat final dan mengikat (final and bending) atau telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tentu ada sanksinya. "Bisa secara adminitratif, perdata, dan pidana," imbuh Guspardi.

Mantan hakim konstitusi, Doktor Maruarar Siahaan menjelaskan, putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap adalah norma hukum dalam art? konkret yang dideduksi dari norma abstrak.

Sikap KPU yang tidak mau mengeksekusi putusan PTUN soal Irman Gusman menyebabkan terjadinya ketidakpastian.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News