Pakar Ini Anggap SE Kapolri Bisa Mengulangi Situasi Orde Baru, Kok Bisa?

“Kalau seperti yang diisukan masyarakat juga akan kena pasal yang dianggap menghina penguasa. Ini yang bisa ditafsir luas dan karet karena tidak ada ukuran yang jelas,” tegasnya.
Kritik kepada para pejabat atau penguasa, menurut Asep, justru menghidupkan demokrasi. Para pejabat atau penguasa yang tidak mau dikritik, maka disarankannya untuk mundur dari jabatannya. Sebab kritik seperti itu adalah resiko yang harus diemban oleh para pejabat.
“Kritik ataupun berbagai bentuk ekpresi lainnya yang dilontarkan masyarakat kepada para pejabat atau kekuasaan adalah bentuk dari ekspresi ketidakpuasan. Ini kan biasa saja," ujar Guru Besar Hukum Tata Negara ini.
Penguasa, lanjutnya, tidak perlu takut dikritik jika memang dia amanah. Karena itu Asep mengingatkan Kapolri bahwa pasal penghinaan yang dulu diatur dalam Pasal 95 KUHP telah dihapus oleh MK.
“Dulu, ada pasal hatzai artikelen atau perbuatan tidak menyenangkan. Itu sudah dicabut oleh MK. Kalau pasal ini coba dihidupkan kembali lewat SE Kapolri maka ini ancaman bagi orang yang kritis," paparnya.
Asep juga mengingatkan Presiden Jokowi untuk menjaga kebebasan berekspresi masyarakat.
“Dulu kan Jokowi naik daun juga karena peran sosial media. Kenapa sekarang menjadi takut dan khawatir dengan berbagai kritik yang muncul di sosial media?,” tanya Asep.(fas/jpnn)
JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan Surat Edaran Nomor:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Ingin Kunjungi Arab Saudi, Prabowo Berencana Bangun Perkampungan Haji Indonesia
- Wamen LH Puji Aksi Nyata Agung Sedayu & WBI Lestarikan Lingkungan Pesisir
- Ada Jenis Honorer Database BKN Tidak Bisa jadi PPPK Paruh Waktu
- Demi Mewujudkan Reforma Agraria, Akademisi Usul Hak Milik Tanah Buat Koperasi
- Otto Hasibuan Sebut Toleransi Beragama di Peradi Sangat Luar Biasa
- Korea Selatan dan Australia Ramaikan Semarang Night Carnival 2025