Pakar Kehutanan Minta Pengesahan RUU Pertanahan Ditunda

Pakar Kehutanan Minta Pengesahan RUU Pertanahan Ditunda
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Dr. Rudianto Amirta. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan masih banyak hal yang perlu diperjelas, terutama substansi dan potensi inharmonisasi dengan banyak kebijakan perundangan lainnya. Belum lagi potensi "kegaduhan" yang mungkin timbul dari ketidakjelasan tersebut dalam taraf implementasinya nanti.

“Kami menilai saat ini ada kesan terburu-buru karena draf UU Pertanahan yang ada terkesan mengabaikan semua hal di atas dan berpotensi menyebakan terjadinya inharmonisasi. Padahal kami tahu UU Pertanahan ini akan bersinggungan langsung dengan banyak UU. Jadi sebaiknya ditunda saja pengesahannya,” ujar Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Dr. Rudianto Amirta ketika dimintai tanggapannya, Sabtu (3/8) terkait polemik RUU Pertanahan.

Rudianto menyatakan sangat setuju bila RUU Pertanahan ditunda pengesahannya periode DPR saat ini. Sebagaimana yang telah disampaikan dirinya dan rekan-rekan pimpinan perguruan tinggi kehutanan (FOReTIKA) lainnya, pihaknya tidak setuju dan menyampaikan keberatan jika draf UU Pertanahan ini disahkan dalam waktu dekat.

BACA JUGA: Prof Ida Nurlinda: Pembahasan RUU Pertanahan Cenderung Eksklusif

Bahkan, FOReTIKA menyerukan agar DPR dapat menunda dan memberi waktu yang lebih panjang serta keterlibatan para pihak terkait, termasuk dari akademisi guna memberikan pandangan profesional terhadap berbagai hal yang akan diatur di dalam UU ini. Hendaknya kita memulainya dengan baik.

Menurut Rudianto, seharusnya hadirnya UU baru mempertimbangkan faktor harmonisasi dari semua elemen yang ada, sehingga dapat menjamin tidak terjadinya: (1) pertentangan (konflik); (2) kontradiksi substansi (pertentangan dengan peraturan hukum lainnya); (3) ketumpangtindihan dalam kewenangan/pelaksanaan; (4) inkonsistensi (keteraturan azas); (5) kesenjangan hukum; (6) ketidaklayakan penerapan (incompatible).

Sejumlah aturan atau UU yang dinilai bertabrakan dengan RUU Pertanahan lanjut Rudianto, seperti UU Pemda, UU Perseroan, UU BUMN, UU Lingkungan hidup, UU Kehutanan, UU yang mengatur kompetensi peradilan di Indonesia, UU Pesisir dan juga aturan yang mengatur keberadaan masyarakat hukum adat serta UU terkait pidana.

Selain itu ada juga yang secara substansial yang dikhawatirkan terkait dengan keberadaan kawasan hutan yaitu yang tertuang pada pasal 154. Ada kekhawatiran pasal ini dapat menjadi titik masuk dari "proses pembenaran/pemutihan" atas usaha perkebunan dan lainnya yang masuk ke dalam kawasan hutan, yang pada akhirnya akan berpotensi menjadi penyebab berkurangnya kawasan hutan,.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan masih banyak hal yang perlu diperjelas, terutama substansi dan potensi inharmonisasi dengan banyak kebijakan perundangan lainnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News