Panja RUU KUHP: Penghinaan Presiden Bakal Jadi Delik Aduan

Panja RUU KUHP: Penghinaan Presiden Bakal Jadi Delik Aduan
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung M Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (12/4). Foto: Biro Pemberitaan DPR

jpnn.com, JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) masih membahas pasal penghinaan presiden.

Anggota Panja Arsul Sani mengatakan, secara norma dasar, pasal penghinaan presiden di RUU KUHP berbeda dengan yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Arsul, perbedaan itu terletak pada sifat deliknya. "Yang tadinya delik umum dan bisa, (sekarang) menjadi delik aduan," ujar Arsul di gedung DPR, Jakarta, Senin (5/2).

"Ya presiden dan wapres dong (yang melaporkan)," tambah anggota Komisi III DPR ini.

Arsul tidak sepakat dengan tuntutan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden (wapres) harus dihilangkan.

Sebab, kata dia, itu tidak sejalan dengan bagian lain dari dari KUHP yang mengatur pemidanaan terhadap presiden negara lain yang sedang berkunjung di Indonesia.

"Kalau menghina kepala negara lain saja dipidana, masa menghina kepala negara sendiri boleh? Kan tidak matching," ungkap sekretaris jenderal (sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Namun demikian, Arsul menuturkan, pihaknya tetap mendengar aspirasi dari berbagai elemen masyarakat.

Anggota Panja Arsul Sani mengatakan, secara norma dasar, pasal penghinaan presiden di RUU KUHP berbeda dengan yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News