Panwas versi Bawaslu Dililit Utang

Panwas versi Bawaslu Dililit Utang
Panwas versi Bawaslu Dililit Utang
SAMARINDA – Polemik pembentukan panwas pilkada benar-benar terasa di tingkat bawah. Munculnya dualisme panwas di Kota Samarinda berdampak pada keengganan Pemko Samarinda mengucurkan anggaran kepada lembaga pengawas pilkada itu. Namun, panwas yang sudah dilantik Badan Pengawas Pemilu  (Bawaslu) sejak Desember 2009 silam, tetap menjalankan tugas-tugas pengawasan. Dana yang digunakan bersal dari utang, sebagian menggunakan dana pribadi anggota panwas.

Asmadi Asnan, Ketua Panwas Kota Samarinda, menjelaskan, untuk sewa kantor, biaya yang sudah dikeluarkan sekitar Rp 100 juta, termasuk mengisi kelengkapan kantor. Selain itu, ada pula biaya pelantikan, termasuk perjalanan dinas ke Jakarta, juga pelantikan di tingkat kecamatan dan kelurahan. "Total kami sudah keluar sekitar Rp 200 juta," terang Asmadi. Kegiatan lainnya adalah melakukan sosialisasi Pilkada, juga bimbingan teknis dan perjalanan dinas.

Dijelaskan pula, gaji anggota Panwaslu Samarinda yang belum terbayar hingga saat ini Rp 62 juta. Sementara untuk staf Panwaslu Samarinda sekitar Rp 70 juta. "Itu termasuk satpam dan petugas kebersihan," sebutnya. Sementara gaji Panwas Kecamatan yang belum terbayar sekitar Rp 150 juta termasuk gaji pokja. Belum lagi staf di masing-masing Panwas Kecamatan Rp 133 juta untuk 6 kecamatan di Samarinda. Belum lagi gaji Panwas Lapangan Rp 143 juta tersebar di 53 kelurahan di Samarinda.

"Sebagian gaji staf kadang kami beri kasbon pakai dana pribadi. Belum lagi setiap bulan kami harus bayar rekening listrik, air bersih, dan telepon. Setiap bulan paling tidak perlu dana Rp 25 juta tiap bulan, termasuk untuk gaji staf," beber Asmadi. Ia hanya berharap, persoalan dualisme Panwaslu ini bisa segera tuntas.

SAMARINDA – Polemik pembentukan panwas pilkada benar-benar terasa di tingkat bawah. Munculnya dualisme panwas di Kota Samarinda berdampak pada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News