Para Pelatih Surfing di Pantai Kuta Cerita tentang Penghasilan Mereka

Para Pelatih Surfing di Pantai Kuta Cerita tentang Penghasilan Mereka
Papan surfing berdiri tegak di antara keramaian wisatawan Pantai Kuta. FOTO: AGUS SUECA MERTA/Bali Express

“Dua sampai tiga minggu sepi,” ujar Adi. “Pokoknya kami hanya diam seharian di pantai karena sepinya pengunjung,” timpal Andy.

Senada dengan mereka, Rudy dan Candra juga mengungkapkan hal sama saat erupsi Gunung Agung. “Tidak ada pendapatan sama sekali, diam saja di sini nunggu saja berhari-hari berharap ada pengunjung,” ujar Rudy.

“Kalau saya mah gara-gara itu bikin tabungan ludes, habis hampir tak tersisa karena buat keperluan keluarga, apalagi di sini kan serba beli,” timpal Candra sambil sedikit tertawa mengenang kejadian itu.

BACA JUGA: Soal Harga Tiket Pesawat, Tulus: Pemerintah Ingin Tampil Populis Tetapi Menginjak Maskapai

Mengenai harapan kedepannya keempat pelatih ini mempunyai pendapat yang berbeda. Rudy dan Candra misalnya kompak ingin balik ke kampung halaman untuk buka usaha. “Kami kan tetangga di kampung, ingin buka usaha kalau modal sudah terkumpul,” jelas Rudy sambil melihat Candra yang mengiyakan ucapannya.

Adi dan Andy memilih untuk bekerja sampai bosan. “Pokoknya sampai bosan kerjanya, masalah ingin buka usaha sih ada, namun karena pendapatan juga tidak pasti lihat ke depannya saja deh,” pungkasnya mengakhiri. (*/aim)

 

Penghasilan para pelatih surfing di Pantai Kuta tergantung dengan musim kunjungan wisatawan.


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News