Para Penimbun Hand Sanitizer seharusnya Malu pada Sekumpulan Pelajar Ini

Para Penimbun Hand Sanitizer seharusnya Malu pada Sekumpulan Pelajar Ini
Pelajar membuat cairan pembersih tangan atau hand sanitizer dari alkohol dan lidah buaya (aloevera) di Laboratorium Farmasi SMK Prajnaparamita, Kota Malang. Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto

Deniar menambahkan, pada awalnya, dia bersama para siswa yang memproduksi cairan pembersih tangan berlabel Covid Antiseptic tersebut hanya membuat 50 botol per hari. Dari 50 botol cairan pembersih tangan tersebut, dalam waktu yang singkat ludes terjual.

"Awal produksi itu 50 botol dan belum setengah hari langsung habis terjual. Permintaan dari masyarakat tinggi sekali dan sekarang produksinya sudah mencapai 500 botol," kata Deniar.

Dari total produksi sebanyak 500 botol tersebut, lanjut Deniar, juga langsung habis terjual. Namun, dia tidak berencana untuk menambah jumlah produksi, mengingat anak-anak juga harus tetap melakukan proses belajar di sekolah.

Cairan pembersih tangan tersebut dijual dengan harga Rp13 ribu per botol untuk penggunaan pribadi, dan Rp15 ribu untuk pembeli yang berniat menjual kembali produk tersebut. 

Dia mengaku, dengan harga Rp13 per botol, tidak mengambil keuntungan sama sekali.

"Dari hasil penjualan tersebut, 20 persen diberikan kepada para siswa. Dengan harga Rp13 ribu itu kami tidak mengambil untung sama sekali," kata Deniar.

Meskipun dibuat pada laboratorium sekolah, produk cairan pembersih tangan tersebut juga melalui proses sterilisasi. Selain itu, juga telah dilakukan uji coba, sebelum menjual ke masyarakat umum.

Di Kota Malang, produk produk cairan pembersih tangan dan masker banyak diserbu oleh masyarakat. Bahkan, untuk harga masker melonjak dari Rp20 ribu per kotak, menjadi Rp45 per kotak.

Produk hand Sanitizer tersebut dijual dengan harga Rp13 ribu per botol untuk penggunaan pribadi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News