Partai Islam di Simpang Jalan

Partai Islam di Simpang Jalan
Partai Islam di Simpang Jalan
Sesungguhnya pemilih Musim di Indonesia semakin moderat. Jika kita tilik lebih 50 tahun sejak Pemilu 1955 lalu, telah terjadi perubahan yang signifikan. Telah terjadi moderasi, pluralisasi, bahkan demokratisasi di kalangan pemilih Muslim. Bahkan, di kalangan Muslim yang taat beribadah sekalipun, ternyata aneka partai Islam yang kerap memainkan sentimen politik Islam di dunia publik semakin tidak populer.

Figur Susilo “SBY” Bambang Yudhoyono masih lebih memikat dibanding Yusril Ihza Mahendra, Amien Rais dan Hamzah Haz pada Pemilu-Pemilu lalu. Namun jika Partai Islam hanya satu, dan dengan begitu calonnya hanya satu pula, peluang untuk menang dalam Pilpres sangat terbuka. 

Masyarakat Islam yang oleh para pakar disebut sebagian adalah Islam politik, yakni yang melihat hubungan politik dan Islam seharusnya tak hanya dalam bentuk formalistik saja, yakni adanya partai Islam. Melainkan secara substansialistik yang mementingkan isi. Bukan hanya kulitnya Islam, tapi isinya tidak Islam.

Substansialisitik Islam tentu saja tak sebatas jilbab, pembangunan masjid dan sejenisnya. Tetapi apa yang juga menjadi kebutuhan dasar manusia dan kemanusiaan, hatta dapat dinikmati oleh umat Islam dan bahkan yang non-Muslim sekalipun secara bersama-sama. Sudah seharusnya partai Islam, jika hendak dipertahankan juga, dan seyogianya melebur dalam satu partai, harus all out dengan tema kesejahteraan bagi rakyat, karena toh mayoritas warga republic ini adalah beragama Islam.

ADA apa gerangan Majelis Syura PKS dalam rapat hari pertama musyawarah nasional (munas) II (16/6) lalu yang meninggalkan konsep PKS sebagai partai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News