Pemanfaatan SARA untuk Politik Merusak Demokrasi Indonesia

Pemanfaatan SARA untuk Politik Merusak Demokrasi Indonesia
Focus group discussion (FGD) bertema 'Mekanisme Penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pileg, Pilpres 2019 Secara Demokratis oleh KPU' di DPP PDIP, Selasa (24/4). Foto: istimewa for JPG

jpnn.com, JAKARTA - Sosilog dari Universitas Indonesia Tamrin Tomagola menilai praktik politik belakangan ini terlihat tak beradab. Guru besar sosiologi itu mengatakan, ketidakberadaban dalam praktik politik akhir-akhir ini terlihat dari penggunaan isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).

Thamrin menyampaikan hal itu dalam focus group discussion (FGD) bertema Mekanisme Penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pileg, Pilpres 2019 Secara Demokratis oleh Komisi Pemilihan Umum yang digelar DPP PDIP, Jakarta, Selasa (24/4). "Keadaan demokrasi dan politik hari ini memang sangat menyakitkan, isu SARA dimanfaatkan dan dibawa-bawa ke politik," ujarnya.

Thamrin menambahkan, praktik politik seperti itu sebenarnya telah mengancam demokrasi. Menurutnya, harus ada upaya untuk mencegahnya.

"Harus dicegah. Jangan sampai politik tidak berkeadaban terjadi terus," tuturnya.

Mantan komisioner KPU Chusnul Mariyah yang juga menjadi pembicara dalam FGD itu mengatakan, demokrasi memang kompetisi. Namun, dosen ilmu politik di UI itu mengharapkan dalam kompetisi tidak ada kekerasan.

"Demokrasi itu tidak boleh ada kekerasan atau kudeta. Dia harus kompetitif," jelas Chisnul.

Dalam kesempatan sama, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, berpolitik harus selalu menjunjung peradaban. Karena itu, pemilu sebagai alat mencari dan menentukan pemimpin harus mengedepankan persatuan bangsa.

Pemanfaatan SARA untuk Politik Merusak Demokrasi Indonesia
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Praktik politik belakangan ini makin tak beradab lantaran marak dengan penggunaan isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News