Pemerintah Diminta Ikut Menanggung Harga Listrik PLTSa, Ini Alasannya

Pemerintah Diminta Ikut Menanggung Harga Listrik PLTSa, Ini Alasannya
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara. Foto: Ricardo/JPNN.com.

jpnn.com, JAKARTA - Harga jual listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dinilai terlalu mahal. Harganya bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan pembangkit lain.

Keterlibatan pemerintah daerah dan pusat pun dinilai sangat diperlukan untuk menanggung beban harga jual listrik dari PLTSa tersebut.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRES) Marwan Batubara, mengatakan bahwa harga listrik yang dihasilkan oleh PLTSa perlu disubsidi oleh pemerintah.

Tarif listrik dari PLTSa lebih tinggi karena faktor investasi yang lebih besar serta teknologi pembangkitnya lebih mahal.

PT PLN (Persero) membeli listrik yang dihasilkan dari PLTSa seharga 13,35 sen dolar AS per kWh atau setara Rp 1.800/kWh. Harga pembelian listrik tersebut disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

“Saya kira kalau sudah nanti tarif (PLTSa) tinggi dan kemudian Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus menaikan tarif listrik, ujung ujungnya kan kita rakyat ini yang akan menanggung. Nah di sisi lain, PLN itu kapasitas pembangkitnya sudah berlebihan di Jawa,” ucapnya kepada wartawan.

Adapun biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP) PLN pada Januari - Mei 2021 tercatat senilai Rp1.277 per KWh.  Pada tahun lalu, rata-rata BPP PLN sebesar Rp1.322 per KWh. Dengan begitu tampak jelas, harga beli listrik dari PLTSa masih jauh lebih mahal di atas rata-rata biaya pokok penyediaan listrik PLN.

Marwan menambahkan hadirnya PLTSa membawa manfaat bagi dua lembaga negara, yakni pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Manfaat bagi Pemda, masalah sampah bisa tertolong, biaya penanganan sampah pasti turun.

Harga jual listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dinilai terlalu mahal. Harganya bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan pembangkit lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News