Pemerintah Libya Siap Jalani Reformasi

Pemerintah Libya Siap Jalani Reformasi
Pemerintah Libya Siap Jalani Reformasi
Kedaulatan rakyat di tiga negara itu, menurut Ibrahim, direnggut paksa kekuatan asing yang masuk saat transisi terjadi. Pasalnya, saat transisi pemerintahan berlangsung, praktis terjadi vacuum of power. Belum terselenggaranya pemerintahan yang sah itu membuat rakyat cenderung ditindas kekuatan asing. "Silakan ada pemilu, referendum atau apapun. Tapi, sang pemimpin (Kadhafi) harus tetap disini," tandasnya.

Dalam kesempatan itu, Ibrahim juga mengimbau koalisi untuk tidak terlalu mencampuri urusan dalam negeri Libya. "Bukan wewenang Barat untuk memaksa Libya melengserkan pemimpin atau mereformasi sistem pemerintahan atau mengkhiri rezim yang ada," kritiknya. Dia juga yakin, pasukan Kadhafi tidak membunuh warga sipil dengan senjata. Sebab, target mereka adalah para gerilyawan bersenjata.

Ibrahim juga menantang koalisi untuk membuktikan tuduhan mereka soal pembantaian warga sipil Libya oleh pasukan Kadhafi. "Kami hanya memerangi para gerilyawan dan militan bersenjata. Di mata kami, saat Anda menyandang senjata, Anda bukan lagi orang sipil," terangnya, membela serangan pasukan Kadhafi ke kantong-kantong warga sipil.

Bersamaan dengan itu, Saif al-Islam angkat bicara soal Moussa Koussa. Dalam wawancara dengan BBC, putra kedua Kadhafi itu menegaskan bahwa Koussa yang membelot ke Inggris bukanlah politikus kunci di Libya. Bahkan, menurut Saif, sang pembelot yang semula menjabat sebagai menteri luar negeri itu tidak tahu apa-apa soal kasus Lockerbie.

TRIPOLI - Untuk kali pertama sejak pasukan NATO dan Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan udara atas Libya, pemerintah negeri Afrika Utara itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News