Pendongeng Michio Kaku dari Ciheras

Oleh Dahlan Iskan

Pendongeng Michio Kaku dari Ciheras
Dahlan Iskan. Ilustrasi: Jawa Pos

Rencana tidur pun boleh. Ngelayap boleh. Asal diceritakan. Dicatat.

Kenyataannya tidak ada yang merencanakan tidur sehari penuh. Bahkan kecenderungannya: merencanakan yang muluk-muluk. Yang ambisius.

Tidak apa-apa asal dicatat.

Jam 8 malam mereka berkumpul lagi. Masing-masing menceritakan apa yang sudah dikerjakan. Hari itu. Boleh sesuai rencana. Boleh juga tidak. Asal semua ditatat. Dan dilaporkan.

Saat mendengar proses itu saya langsung ingat: itulah prinsip dasar seorang engineer. Mencatat apa yang dilakukan dan melakukan apa yang dicatat. Di situ Ricky meletakkan dasar-dasar karakter seorang engeneer yang baik.

Pendidikan itu sebagai koreksi atas kelemahan mendasar bangsa kita: tidak mencatat apa yang dikerjakan. Bahkan lebih parah lagi: tidak mengerjakan apa yang dicatat.

Begitulah. Berhari-hari proses itu dilakukan. Dibiasakan.

Biasanya mereka berada di Ciheras selama dua bulan. Atau maksimal tiga bulan. Sesuai dengan izin yang diberikan kampus masing-masing.

Anak muda yang pernah 14 tahun di Jepang itu menetap di satu desa pinggir laut selatan. Di pelosok Tasikmalaya. Di situ ia bikin pondok pesantren teknologi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News