Peneliti IPB Ragukan Independensi Pengamat soal Impor Beras

Peneliti IPB Ragukan Independensi Pengamat soal Impor Beras
Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Spudnik Sujono, menyatakan tak ada impor bawang merah sejak 2016 sampai Oktober 2017. Foto dok humas Kementan

jpnn.com, BOGOR - Peneliti Pusat Studi Bencana Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Koordinator Nasional Indonesia Food Watch, Pri Menix Dey meragukan para pengamat yang mendukung kebijakan Menteri Perdagangan menambah impor beras 1 juta ton sehingga total impor di tahun 2018 ini mencapai 2 juta ton. Sebelumnya Januari hingga Mei 2018, Menteri Perdagangan telah mengimpor beras secara bertahap totalnya 1 juta ton.

“Apabila dipaksakan impor tambahan 1 juta ton lagi, dipastikan mubajir dan ujung-ujungnya akan menekan harga gabah petani sehingga gairah bertani menurun. Akhirnya petani dipastikan terus merugi dan terus berada di dalam lingkaran setan kemiskinan,” demikian diungkapkan Pri Menix di Bogor, Sabtu (25/80.

Karena itu, Pri Menix menginginkan agar kebijakan impor beras ini secepatnya diaudit. Pasalnya, kebijakan ini tidak sinergi dan selalu bertolak belakang dengan gerakan Mentan Amran bersama jajarannya yang selalu di lapangan menggerakkan tanam padi dan memacu produksi.

“Bila ada beberapa pengamat yang masih memutar-balikkan informasi, tentunya bisa diragukan independensinya dan mudah mudahan bukan merupakan bagian dari mafia beras,” tegasnya.

Perlu diketahui, beberapa pengamat mendukung kebijakan impor beras ini. Yakni Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal bahwa swasembada beras yang digembar-gemborkan pemerintah diragukan.

Ketua Umum Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa memperkirakan, kebutuhan untuk mengimpor beras berpeluang kembali terjadi pada tahun ini. Alasanya bersandar pada data AB2TI, 50 persen daerah penghasil padi mengalami gangguan berupa kekeringan saat masa tanam. Bahkan Andreas bersama ekonom INDEF Rusli Abdullah mengklaim tata kelola beras Tanah Air terlampau buruk yang berdampak pada tingginya harga produksi.

“Pandangan beberapa pengamat belum tentu benar. Cara pandangnya subjektif dan ruang lingkung sempit. Seharusnya mengkaji kondisi perberasan secara komprehensif. Misal, kebijakan impor beras bisa saja diputuskan mengingat tahun ini sudah memasuki tahun politik,” jelas Pri Menix.

Dia menilai diputuskannya impor beras bukan berarti produksi beras dalam negeri tidak meningkat. Jadi perlu diluruskan informasi simpang siur dan menyesatkan dari beberapa pengamat dan praktisi tentang perberasan.

Peneliti IPB meragukan para pengamat yang mendukung kebijakan Menteri Perdagangan menambah impor beras 1 juta ton.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News