Pengamat Sarankan non-PNS Dibiayai Negara ke TPS

Pengamat Sarankan non-PNS Dibiayai Negara ke TPS
Pengamat Sarankan non-PNS Dibiayai Negara ke TPS

jpnn.com - JAKARTA - Dosen program pascasarjana yang juga pengamat politik dari Universitas Indonesia, Mohammad Nasih menyatakan, diselenggarakannya pemilu di Indonesia pada hari libur atau hari yang diliburkan, menandakan pemilu berorientasi untuk pegawai negeri sipil (PNS).

Padahal kata Nasih, secara akumulatif PNS itu termasuk jumlah yang minoritas jika dibanding dengan jumlah pemilih, apalagi jumlah penduduk di Indonesia.

"Pemilu diselenggarakan pada hari libur atau diliburkan, berarti pemilu itu ukurannya PNS," kata Mohammad Nasih, di press room Dewan Perwakilan Daerah (DPD), komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (2/5).

Padahal lanjutnya, sebagian besar rakyat Indonesia adalah petani dan nelayan yang sangat rentan dengan hari libur atau yang diliburkan karena akan menggangu penghasilannya.

"Akibatnya caleg 'meliburkan' pemilih dengan cara memberi uang para petani dan nelayan agar ke TPS dan memberikan suara kepada yang meliburkan," ujar Nasih.

Praktek caleg 'meliburkan' petani dan nelayan, menurut guru Rumah Perkaderan Monash Institute Semarang itu, berlangsung secara masif. "Hasil sebuah survei menemukan angka 90 persen caleg 'meliburkan' petani dan nelayan saat pemungutan suara. Sementara 60 persen pemilih yang disurvei menyatakan harus dapat uang dalam pemilu," tegasnya.

"Karena orientasi pemilu ini seolah-olah hanya PNS sementara jumlah minoritas, maka saya mengusulkan para pemilih yang non-PNS diberi uang transpor oleh Negara agar partisipasi pemilu tinggi, dan para caleg tidak perlu mengongkosi petani dan nelayan ke TPS," sarannya.(fas/jpnn)


JAKARTA - Dosen program pascasarjana yang juga pengamat politik dari Universitas Indonesia, Mohammad Nasih menyatakan, diselenggarakannya pemilu


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News