Pengusaha Keluhkan Harga Listrik EBT

Pengusaha Keluhkan Harga Listrik EBT
Instalasi listrik. Foto: Kaltim Post/JPNN

’’Jika seperti itu sistemnya, EBT akan susah mencapai target. Sebab, selain terkendala harga, produsen EBT dibebani bunga kredit mahal, pembelian lahan, maupun aturan perpajakan,’’ terang Halim.

Dia mencontohkan, pemerintah meminta harga listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sama dengan di Dubai, yakni USD 2 sen per kilowatt hours (kWh).

Padahal, investasi di Dubai dipenuhi fasilitas. Mulai bunga kredit nol persen, beban pajak minim, lahan gratis, hingga jaringan transmisi yang memadai.

’’Ini tidak apple-to-apple,’’ ujar adik Wapres Jusuf Kalla tersebut.

Selain itu, pembangkit listrik yang dibangun di Dubai berskala besar dengan daya mencapai 2–3 ribu mw sehingga lebih efisien.

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan investasi listrik di Indonesia yang dibebani bunga 10–12 persen, harga lahan tinggi, dan transmisi yang jauh dari pembangkit.

’’Seharusnya bunga kreditnya 5–6 persen. Jika tidak, target proyek ini mustahil tercapai,’’ tuturnya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa menilai target bauran energi dari EBT sebesar 25 persen pada 2025 sulit tercapai.

Produsen listrik dari energi baru terbarukan (EBT) meminta pemerintah mengubah Peraturan Menteri ESDM No 12 Tahun 2017.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News