Peninggalan Perang Dunia II: Dulu Jadi Rebutan Jepang-Sekutu, Kini Didominasi Rumput Liar

Peninggalan Perang Dunia II: Dulu Jadi Rebutan Jepang-Sekutu, Kini Didominasi Rumput Liar
Banda Udara Leo Wattimena jadi Pangkalan Militer TNI AU di Morotai, Maluku Utara. FOTO: Malut Post/JPNN.com

“Pimpinan sering tanya mengapa militer masih mengelola penerbangan sipil? Kami hanya bisa menjawab bahwa kami cuma membantu karena pengelola sipil belum siap. Sekaligus membantu melayani masyarakat yang butuh akses cepat,” ujarnya.

Karena beroperasi di area militer, penerbangan sipil yang masuk ke Leo Wattimena wajib mengantongi surat izin khusus dari Mabes TNI-AU. Surat izin ini hanya berlaku seminggu dan harus terus diperbarui. Salah satu masalah yang kerap dihadapi pihak pengelola Leo Wattimena adalah penggunaan pilot asing oleh maskapai penerbangan sipil.

“Yang namanya wilayah militer, orang asing tidak memasukinya tanpa passport. Jadi untuk pilot asing mereka, kalau mau ke mana-mana, ke tempat wisata di sini misalnya, dia harus izin ke saya. Kalau nggak ya saya tangkap,” terang Andy seraya tersenyum.

Selain itu, adanya kegiatan militer pada saat-saat tertentu juga dikhawatirkan dapat berdampak pada penerbangan sipil. Terutama dalam hal keselamatan penumpang dan kru. Begitu pula sebaliknya, makin ramainya penerbangan sipil dikhawatirkan akan mengganggu jadwal latihan pihak militer.

Oleh karena itu, Andy berniat menyusun draft perjanjian dengan pihak sipil dan Pemda untuk mengutamakan jadwal agenda militer ketimbang penerbangan sipil. ”Mereka harus menerima konsekuensinya dengan menunda semua penerbangan apabila ada jadwal latihan militer,” kata Andy.

Sayang, lantaran jarang dimanfaatkan, lima dari tujuh landasan pacu tampak sangat tak terurus. Landasan-landasan tersebut dipenuhi rumput liar, sebagiannya lagi tertutup tanah. Pengelolaan yang sepenuhnya diserahkan ke tangan TNI juga memberikan kesan pemerintah setempat lepas tangan dengan kondisi bandara. Untuk mengurus fisik bandara, TNI bekerja sendiri.

“Pengelolaannya juga butuh biaya besar, jadi sebagian besar kondisinya jadi seperti sekarang ini,” tutur Andy.

Padahal, Pemda sendiri memiliki mimpi menjadikan Leo Wattimena sebagai bandara internasional, mengembalikan kejayaannya seperti dulu. Memang, banyak hal yang harus dibenahi, salah satunya adalah pembangunan fasilitas untuk menyuplai bahan bakar pesawat. “Supaya pesawat bisa parkir di sini untuk menambah bahan bakar. Jika tidak, Pemda akan rugi sebab pesawat hanya bisa singgah. Pendapatannya tidak signifikan,” ujar Andy.(cr-07/kai/fri/jpnn)


Sejumlah peninggalan fisik Perang Dunia II (PD II) masih tampak jelas di Pulau Morotai. Salah satunya Bandar Udara Leo Wattimena, bekas pangkalan


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News