Penjelasan Ketum PBNU soal Larangan Menyebut Nonmuslim Kafir

Penjelasan Ketum PBNU soal Larangan Menyebut Nonmuslim Kafir
Kiai Said Aqil Siroj. Foto: Elfany Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 untuk tidak menyebut orang nonmuslim sebagai kafir menimbulkan pro dan kontra. Namun, PBNU menyatakan bahwa keputusan ini lebih bersifat ajakan.

Sekjen PBNU Ach. Helmy Faishal Zaini mengungkapkan bahwa keputusan ini merupakan respons atas suatu kondisi di masyarakat yang cenderung sangat mudah untuk mengafir-kafirkan orang lain.

"Bukan hanya kepada nonmuslim, tapi juga kepada sesama muslim yang berbeda jalan dalam perjuangan. Saya sama Kiai Said (ketum PBNU,Red) juga bolak balik dikafir-kafirkan orang," kata Helmy pada Jawa Pos seusai penutupan Munas.

Helmy mengatakan NU ingin meluruskan pemahaman kafir yang selama ini berkembang. Keputusan Bahtsul Masa'il kata Helmy adalah sebentuk respons ulama terhadap konsep kewarganegaraan di negara bangsa yang dianut oleh Indonesia.

BACA JUGA: Jangan Sebut Kafir pada Warga Nonmuslim

Mantan Menteri Desa ini menuturkan bahwa konsep negara yang dinaut oleh Indonesia adalah darussalam, maka apa yang menjadi keputusan terkait konsensus nasional, harus ditaati oleh siapapun dan oleh agama apapun.

"Maka dalam konteks itu tidak ada dikotomi muslim - kafir, makanya ada konsep muwatonah dan citizenship," jelasnya.

Dalam pembahasan Bahtsul Masail, Helmy menyebut para ulama sudah menyebutkan dalam sejarah Islam. Nabi Muhammad menyebut mereka yang beragama dengan ahlulkitab, mereka yang tidak bertuhan dan tidak beragama, merekalah yang disebut kafir.

PBNU menyatakan bahwa keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU soal larangan menyebut non muslim sebagai kafir, bersifat ajakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News