Penunggang Gajah, Agama, dan Politik

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Penunggang Gajah, Agama, dan Politik
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Haidt menuangkan hasil penelitiannya ke dalam buku The Rightuos Mind: Why Good People Are Divided by Politics and Religion (2012).

Pembelahan itu terjadi karena adanya perbedaan standar moral dan standar rasional di masing-masing pihak. Haidt memberi ilustrasi seorang pria yang sedang menunggang gajah.

Intuisi moral digambarkan sebagai gajah, sedangkan nalar logika digambarkan sebagai penunggang gajah. Orang akan mengira bahwa penunggang gajah akan bisa mengendalikan tunggangannya.

Kenyataannya terbalik, penunggang gajah sebenarnya melayani kebutuhan sang gajah. Artinya, penilaian rasional akan selalu kalah oleh penilaian moral yang subjektif.

Selama berpuluh tahun psikologi moral didominasi pandangan bahwa manusia pada dasarnya rasional, sehingga penilaian moralnya juga kurang lebih rasional. Haidt memaparkan argumen dan bukti bahwa pandangan itu tidak tepat, tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Haidt memperkenalkan Moral Foundations Theory (MFT) untuk memahami fenomena keterbelahan politik seperti yang terjadi di Indonesia. Evaluasi moral lebih mirip dengan penilaian estetis ketimbang penalaran berbasis rasio.

Kalaupun ada proses penalaran, maka hal itu lebih dipicu oleh tuntutan sosial untuk memberi penjelasan dan justifikasi. Penalaran moral itu dilakukan lebih karena alasan strategis sosial ketimbang untuk menemukan kebenaran argumen.

Lihatlah laman sosial media pendukung Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Amatilah “diskusi” yang berkembang di sana.

Satu kadrun, lainnya cebong. Isu apa pun yang muncul hampir selalu membelah opini bangsa ini menjadi dua kubu yang berhadap-hadapan secara detrimental.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News