Perampasan Aset Pihak Ketiga dalam Kasus Hukum Diminta tak Melanggar Hukum

Perampasan Aset Pihak Ketiga dalam Kasus Hukum Diminta tak Melanggar Hukum
Palu hakim simbol putusan pengadilan. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA TIMUR - Pakar hukum pidana Patra M Zen mengatakan, penyitaan terhadap aset-aset dalam suatu perkara, seringkali dilakukan tanpa proses verifikasi dan hanya berdasarkan keterangan saksi.

Di sisi lain, lanjut dia, putusan untuk merampas aset, apakah itu merupakan barang bukti ataupun aset yang diduga terkait tindak pidana, harus dibuktikan melalui pemeriksaan dan verifikasi.

Hal itu diungkapkan Zen dalam bedah buku yang mengangkat tema Perlindungan Hukum Pihak Ketiga Yang Beriktikad Baik Atas Harta Kekayaan Dalam Perkara Pidana yang diselenggarakan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Senin (1/3).

Zen mengucapkan itu terkait maraknya kasus keberatan pihak ketiga ke PN Tipikor atas putusan perampasan aset pihak ketiga.

“Sering kali majelis hakim tidak menguraikan dasar alasan serta alat bukti untuk mendukung keyakinannya dalam putusan perampasan aset," kata dia, Senin.

Hal ini, kata dia, menimbulkan ketidakadilan dan pelanggaran hak bagi pihak lain. Dalam hal ini pihak ketiga yang beriktikad baik dalam suatu perkara.

Dia pun menjelaskan, Pasal 19 UU Tipikor sebetulnya bisa menjadi jalan bagi pihak yang keberatan untuk mengajukan gugatan perdata. Namun, diakui Zen hanya sedikit mengatur mengenai perlindungan pihak ketiga.

Hal lain yang menjadi persoalan yakni Pasal 19 UU Tipikor adalah menyangkut definisi pihak ketiga beritikad baik. Ketentuan ini yang tidak secara tegas diatur dalam hukum pidana. 

Patra M Zen mengatakan, penyitaan terhadap aset-aset dalam suatu perkara, seringkali dilakukan tanpa proses verifikasi dan hanya berdasarkan keterangan saksi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News