Perlu Paradigma Reinventing Government Hadapi Tantangan GRC di Sektor Publik

Perlu Paradigma Reinventing Government Hadapi Tantangan GRC di Sektor Publik
Sekretaris Eksekutif Indonesian Governance Risk Compliance Edi Timbul Hardiyanto. Foto: IGRC

Sedangkan Seri II dilaksanakan di kota budaya Surakarta/Solo bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta (Senin, 21 Februari 2022).

Adapun Seri III dan Seri IV akan diselenggarakan di bulan Maret 2022 di Ibu kota Jakarta dan kota hujan Bogor. Dengan waktu yang sifatnya tentatif melihat situasi dan kondisi perkembangan terkini pemberlakukan PPKM yang ditetapkan oleh dua kota tersebut.

Kegiatan National Conference IGRC 2022 seri I yang dilaksanakan secara during atau online, tampaknya masyarakat sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Tercatat dalam absensi yang disediakan panitia pada aplikasi zoom-meeting, sebanyak 800 orang dari berbagai kalangan maupun dari berbagai daerah di luar Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Tampak juga hadir Dr. Ali Masykur Musa, M.Si., M.Hum (Board of Governors Indonesian, Governance, Risk, and Compliance / BoG-IGRC), Ketua BPK DR Agung Firman Sampurna, pejabat di lingkungan BPK perwakilan di daerah, Inspektorat pemerintah, akademisi serta narasumber acara ini yakni Tigor M Siahaan (Kepala Badan Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan KADIN RI), Prof. Dr. Mardiasmo (Ketua Komite Nasional Kebijakan Governansi (KNKG) dan Kasminto, Ak., MBA (Ketua Komite Sertifikasi LSP-GRC.) dan juga (Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri RI) yang diwakili oleh Seketaris Bina Keuangan Daerah.

Sementara itu, Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam penyampaian materi sebagai Pembicara kunci mengatakan mengenai pembelajaran berharga bagi bangsa Indonesia saat terjadinya krisis keuangan yang berubah menjadi krisis multidimensional di tahun 1998 adalah tidak diindahkannya tata kelola dalam kehidupan bisnis maupun pemerintahan.

Kesadaran pentingnya penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada sektor bisnis dan Good Government Governance (GG) untuk sektor pemerintahan dan Lembaga publik menjadi tuntutan baru yang disuarakan oleh para pemangku kepentingan. Kesadaran tersebut mendorong lahirnya tiga paket Undang-Undang, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

“Ketiga paket Undang-Undang tersebut, tentunya tidak dapat diterapkan apabila tidak adanya reformasi birokrasi, yang merupakan langkah strategis perubahan untuk mewujudkan Good Corporate Governance,” kata Agung Firman.

Menurut Agung, penerapan Governance - penegelolaan risiko/Risk management–kepatuhan/Compliance atau dikenal dengan istilah akronim GRC) di Indonesia, tampaknya menghadapi berbagai tantangan, di antaranya adalah meningkatkannya jumlah, dinamika dan kompleksitas regulasi yang harus dipatuhi organisasi, tata kelola organisasi yang masih silo, serta adanya tuntutan digitalisasi tata kelola dan manajemen resiko yang makin tinggi seiring dengan meningkatnya kompleksitas dan ketidakpastian bisnis serta transformasi digital di sector publik.

IGRC (Indonesian Governance Risk Compliance), yakni wadah perkumpulan para praktisi/profesional, pemerhati, akademisi, dan konsultan yang memiliki kepedulian dan atau terjun langsung dalam memajukan kualitas penerapan tata kelola.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News