Pesan Mbak Rerie soal Pentingnya Pengamalan Empat Konsensus Kebangsaan

Pesan Mbak Rerie soal Pentingnya Pengamalan Empat Konsensus Kebangsaan
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. Foto: Humas MPR RI

Tanpa visi, tegas Rerie, maka bangsa ini tidak punya arah yang jelas dalam membangun dan mengelola Indonesia sebagai negara yang berdaulat.

Tantangan berbentuk ancaman terhadap bangsa dan negara, menurut Rerie, bisa dihadapi dengan peningkatan pemahaman visi dan karakter bangsa yang menjunjung tinggi persatuan, integritas dan nasionalisme yang tinggi.

Rerie menilai, bergabungnya Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 5 September 1945, merupakan pengamalan nilai-nilai Persatuan dan komitmen yang kuat terhadap NKRI.

"NKRI harga mati. Kesepakatan di masa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang diikrarkan dan dipegang teguh oleh para pemuda jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, diamalkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII yang meleburkan wilayah kedaulatan kerajaannya ke dalam NKRI," tutur Rerie.

Padahal, katanya, berdasarkan Perjanjian Giyanti, Ngayogyakarta Hadiningrat diakui kedaulatannya oleh Hindia Belanda sebagai negara. Tetapi para pemimpin Ngayogyakarta ketika itu lebih memilih bersatu mewujudkan NKRI.

Pada kesempatan sosialisasi yang disaksikan para tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) Kecamatan Ngampel, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Rerie mengajak mereka untuk mewariskan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung pada empat konsensus Kebangsaan dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19.

Para TKSK, menurut Rerie, dapat membantu Pemerintah dalam pencegahan penyebaran Covid-19 dengan memberi pengertian dan mengajak masyarakat agar bersedia di-test.

"Mengajak masyarakat untuk melakukan test terkait Covid-19 merupakan bagian dari upaya menjaga masyarakat dari terpapar virus korona," ujarnya.

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan di Yogyakarta dan Kendal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News