Petani Garam Meradang, Gemerincing Ringgit Lebih Menggiurkan

Petani Garam Meradang, Gemerincing Ringgit Lebih Menggiurkan
Tambak garam. Foto: Dok. Timor Express/JPNN.com

Rendahnya harga membuat petani dan pelaku industri garam menjadi tidak bergairah. Kondisi itu tidak lepas dari belum jelasnya tata niaga garam, serta terbatasnya permintaan pasar dan hanya mengandalkan pasar lokal.

Selain itu, kualitas SDM petani yang masih rendah menyebabkan kurangnya kreatifitas dalam diversifikasi produk olahan garam. Dari 692 kelompok usaha garam rakyat (Kugar) di NTB, jumlah anggotanya baru 2.844 orang.

Kepala Dinas Perindustrian NTB Hj Baiq Eva Nurcahyaningsih mengakui, hingga saat ini NTB belum memiliki industri garam dalam skala besar. Tapi NTB memiliki 22 Industri Kecil Menengah (IKM) garam yang tersebar di pusat produksi garam dengan sekala produksi terbatas. Dalam setahun 22 IKM garam itu mampu menghasilkan 15.198,40 ton garam.

Hanya saja, belum ada IKM yang mendapatkan sertifikat SNI. Pihaknya mengaku telah mendampingi pelaku IKM mendapatkan sertifikat tersebut. Tapi pelaku industri sendiri banyak tidak menghiraukan sertifikat SNI.

Dia ambil contoh IKM Wawo Garam Rakyat yang selama ini didampingi pemerintah daerah. Mereka belum bisa memenuhi syarat yang ditetapkan SNI. “Sekarang ada 6 unit IKM yang sedang melakukan uji SNI,” ungkap Eva.

Dengan mengikuti standar SNI, maka kualitas garam yang dihasilkan akan lebih baik. Antara lain standar Natrium Klorida (NaCL) harus di atas 97 persen. Itu artinya, kandungan air sangat rendah.

Sementara dari sisi kebijakan anggaran, Lalu Hamdi menjelaskan, untuk pengembangan usaha garam rakyat (Pugar), Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menggelontorkan dana miliaran rupiah setiap tahun. Pada 2015 lalu, pusat mengalokasikan Rp 8,3 miliar untuk pengembangan Pugar di semua daerah produksi.

Tahun 2016 berkurang menjadi Rp 7,8 miliar untuk wilayah Bima, Sumbawa, Lombok Timur, dan Lombok Tengah. Nyatanya, bantuan yang digelontorkan untuk sejumlah daerah itu tak menjadikan usaha garam rakyat kian bergairah.

Mengurus garam saja, pemerintah tak kuasa. Padahal, barang asin ini tak tergantikan di meja makan. Kala garam langka, harga menjulang meraja lela.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News