Polri, TNI dan BIN Perlu Mereduksi Potensi Ancaman ISIS

Polri, TNI dan BIN Perlu Mereduksi Potensi Ancaman ISIS
Ketua DPR Bambang Soesatyo. Foto: dokumen JPNN/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Polri, TNI dan BIN patut memberi respons terukur terhadap informasi mengenai ancaman sel-sel ISIS yang berniat menyerang pemerintah Indonesia. Respons terukur terhadap informasi ancaman ISIS itu perlu untuk memininalisir sekaligus mereduksi potensi ancaman.

Rangkaian informasi mengenai ancaman teroris yang mengemuka sepanjang pekan ketiga Agustus 2018 jangan sampai diabaikan begitu saja. Informasi itu patut ditanggapi oleh Polri, TNI dan BIN secara terukur sehingga tidak menimbulkan rasa cemas atau kegaduhan di ruang publik. Kondusifitas di dalam negeri harus tetap terjaga, terutama karena Asian Games 2018 masih menyisakan banyak pertandingan pada berbagai cabang olahraga.

Pimpinan DPR perlu mengingatkan hal ini karena mengacu pada kasus penembakan dua anggota Patroli Jalan Raya (PJR) Polda Jabar, Aiptu Dodon Kusdianto dan Aiptu Widi Harjana, oleh tiga orang tak dikenal di Kilometer 223-400 jalur jalan Tol Kanci–Pejagan di Kabupaten Cirebon, Jumat (24/8) malam. Memang, motif penembakan itu belum diketahui karena pelaku penembakan belum tertangkap.

Namun, kasus penembakan dua anggota Polri ini hanya selang beberapa hari setelah beredarnya video ancaman ISIS di jagat maya, dan juga setelah Kementerian Luar Negeri Australia memperbarui travel advice (peringatan perjalanan) bagi warga Australia yang bepergian ke Indonesia, serta keputusan Amerika Serikat (AS) menetapkan tiga orang dari Asia Tenggara sebagai teroris.

Pada Selasa (21/8), beredar di dunia maya video berisi ancaman dari Divisi Peretasan ISIS kepada pemerintahan Indonesia yang dipimpin Presiden Joko Widodo. Mereka menyoroti perlakuan pemerintah Indonesia kepada rekan-rekan mereka, mulai dari pemenjaraan hingga pemblokiran akun sosial media.

Dua hari kemudian, tepatnya Kamis (23/8), pemerintah Australia memperbarui travel advice, karena alasan akan adanya serangan teroris di Indonesia. Karena travel advice itu pula, staf konsulat jenderal Australia di Surabaya tidak menghadiri acaranya di Universitas Airlangga.

Setelah itu, dari Washington, AS, dilaporkan pada Jumat (24/8) pekan lalu bahwa otoritas intelijen setempat menetapkan tiga orang dari Asia Tenggara sebagai teroris karena diduga merekrut orang lain bergabung dengan ISIS. Satu dari tiga orang itu berkewarganegaraan Indonesia, berinisial MKYF. Profil tiga orang ini terlihat dalam video ISIS pada Juni 2016, saat algojo ISIS memenggal tiga sandera.

Memang, fakta-fakta tadi belum tentu saling berkait. Tetapi, Polri, TNI dan BIN patut menggarisbawahi dan memberi respons terukur. Semua potensi ancaman harus dieliminasi sejak dini.

Polri, TNI dan BIN patut memberi respons terukur terhadap informasi mengenai ancaman sel-sel ISIS yang berniat menyerang pemerintah Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News