Presiden Perlu Pikir Ulang Pembentukan Badan Legislasi Nasional

Presiden Perlu Pikir Ulang Pembentukan Badan Legislasi Nasional
Said Salahudin. FOTO: Dok. JPNN.com

"Tetapi pasca-amendemen konstitusi 1999-2002, posisinya dibalik. Kekuasaan membentuk undang-undang dialihkan dari lembaga eksekutif ke legislatif sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang," katanya.

Dalam hal ini, kata Said, posisi presiden sebagai pihak yang memberikan persetujuan, sehingga setiap rancangan undang-undang harus dibahas dan mendapatkan persetujuan bersama DPR dan presiden. Sebab itu, nomenklatur legislasi sudah tidak lagi menempel di lembaga kepresidenan, melainkan di lembaga DPR. Maka terkait fungsi legislasi itu DPR disebut dengan legislator, sedangkan presiden sebagai eksekutif disebut dengan co-legislator.

Dengan demikian lembaga eksekutif tidak tepat lagi membentuk suatu badan yang bertalian dengan legislasi, sebab dia bukan lembaga legislator yang berwenang menelurkan produk legislasi bernama undang-undang.

Said juga mengatakan, hal ikhwal mengenai legislasi hanya bisa dilekatkan pada lembaga DPR yang menelurkan produk dalam bentuk ‘legislative acts’. Sehingga, sudah tepat ketika DPR membentuk alat kelengkapan dewan yang disebut dengan Badan Legslasi atau Baleg.

"Jadi, apa nama yang tepat untuk lembaga yang hendak dibentuk presiden di lingkungan eksekutif itu? Deharusnya bukan badan legislasi, tetapi badan regulasi. Pengertian regulasi merujuk pada ‘executive acts’ dalam rangka menjalankan produk legislasi dimaksud," katanya.

Sementara itu, terkait fungsi dari lembaga yang hendak dibentuk oleh presiden dimaksud, Said menyebut Jokowi pada saat debat capres mengatakan, pada pokoknya untuk menyelaraskan berbagai peraturan perundang-undangan yang selama ini dinilai masih tumpang tindih, bahkan saling bertentangan antara satu dengan yang lain.

Di antara peraturan yang perlu ‘ditertibkan’ itu menurut Jokowi adalah peraturan daerah atau perda. Semua pembentukan perda nantinya harus terlebih dahulu dikoordinasikan di lembaga baru tersebut.

"Nah, ini juga menjadi persoalan. Merujuk Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, pembentukan perda sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintahan daerah. Konstitusi tidak pernah meminta adanya persetujuan pemerintah pusat dalam hal pembentukan perda," tuturnya.

Pemerhati politik dan kenegaraan Said Salahudin menilai, gagasan Presiden Joko Widodo membentuk badan legislasi nasional, perlu ditinjau ulang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News