Produktivitas Petani Gunung Kidul Meningkat, Begini Caranya

Produktivitas Petani Gunung Kidul Meningkat, Begini Caranya
Hamparan padi Inpari 43 Agritan GSR pada Musim Kemarau di Desa Wareng, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, GUNUNG KIDUL - Musim kemarau yang melanda Indonesia tidak menyurutkan semangat petani untuk meningkatkan produksi. Pasalnya petani di Gunung Kidul berhasil meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dengan penerapan sistem persemaian “Culik” di tengah musim kemarau tahun ini.

Sistem tersebut adalah teknologi yang diperkenalkan Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian dalam upaya optimalisasi pemanfaatan hujan melalui manajemen waktu tanam dengan mempercepat waktu tanam.

Parjono, seorang Mantri Tani Kecamatan Girisubodo Kabupaten Gunung Kidul mengatakan sistem ini bisa membuatnya lebih produktif dan memanfaatkan musim kemarau.

“Dengan sistem ini, petani yang biasanya menanam dua kali dalam setahun, sekarang dapat menanam tiga kali, yaitu padi-padi-jagung/tembakau,” ungkap Parjono dalam pertemuan dengan Tim Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) ladangnya pada Sabtu (9/9).

Menurut Parjono, karateristik lahan diwilayahnya tidak jauh berbeda dengan lahan di Desa Wareng, Kecamatan Wonosari yang telah lebih dulu berhasil menerapkan sistem “Culik”.
Dengan potensi air tanah yang cukup besar, ditambah banyaknya sumber air didalam gua, dan pembangunan kantung air disekitar sawah seperti sumur gali di lahan garapan petani, Parjono yakin dengan mengadopsi pola “Culik” para petani didaerahnya dapat berproduksi meski di musim kemarau.

Mulyadi, Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Yogyakarta mengatakan Kementerian Pertanian memperkenalkan sitem “Culik” karena penyemaian padi dilakukan dengan mempercepat atau mencuri start waktu tanam.

“Penyemaian padi dilakukan sebelum panen, istilahnya menculik waktu sehingga 7 sampai 20 hari setelah panen, padi langsung ditanam, jadi pada saat berbunga masih ada hujan,” jelas Mulyadi.

Dengan mengadopsi sistem tersebut didukung dengan potensi luas tanam hingga 65.5 hektare, Mulyadi yakin petani di Gunung Kidul mampu mempercepat masa tanam dan berproduksi meski kekeringan melanda, bahkan sistem ini dipercaya mampu meningkatkan IP dengan provitas rata-rata mencapai 4,6 - 4,9 ton per hektare.

Musim kemarau tidak menyurutkan semangat petani untuk meningkatkan produksi. Pasalnya petani di Gunung Kidul berhasil meningkatkan Indeks pertanaman.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News