Putusan MK Ibarat Menepuk Air di Dulang Tepercik Muka Sendiri

Putusan MK Ibarat Menepuk Air di Dulang Tepercik Muka Sendiri
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan gugatan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinilai janggal. Alasannya karena putusan MK No 53/PUU-XV/2017 telah dinyatakan bahwa prasa telah ditetapkan sudah dinyatakan batal karena bertentangan dengan UUD 45.

Dalam pengertian putusan tersebut, seluruh partai politik, harus diverifikasi oleh KPU sebelum ditetapkan sebagai peserta pemilu. Sehingga apa yang diputuskan MK pada 4 Mei 2021 lalu seperti menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.

Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan, putusan No 53/PUU-XV/2017 seperti dikoreksi oleh MK sendiri, dengan membuat dua kategori verifikasi, administrasi dan faktual. Padahal pembedaan tersebut sebelumnya pernah ditolak oleh MK.

"Padahal, dua pembedaan ini juga pernah ditolak oleh MK sebelumnya. Sebab, cara seperti ini tidak memberi rasa adil bagi seluruh peserta pemilu. Faktor inilah yang menyebabkan MK memutuskan membatalkan pasal keistimewaan partai- partai lolos DPR," katanya saat dihubungi.

Namun dengan keputusan terbaru ini, dia mengungkapkan, hakekatnya MK tidak sedang menguji satu UU dengan UUD 45. Tapi MK tengah menguji putusannya sendiri yang sebelumnya pernah dikeluarkan. Dan putusan itu adalah membatalkan putusan MK yang sebelumnya. Tentu saja, Ray menilai, hal ini jadi aneh.

"Dari mana MK memperoleh kewenangan membatalkan sendiri keputusan yang telah mereka buat, sekalipun melalui mekanisme uji materi baru dari pihak pemohon," ujarnya.

Ray mengungkapkan, tidak jelas pula alasan atau argumen MK membatalkan putusan mereka yang sebelumnya. Apakah karena dirasa putusan yang sebelumnya memiliki kekurangan, ketidaktepatan, atau kecatatan, dan sebagainya. Sejatinya, dia menerangkan, pembatalan putusan sebelumnya diterangkan dengan jelas dalam pertimbangan.

"Lebih mengherankan lagi soal pembagian verifikasi administrasi dan faktual bersama kategori lolos Parliament Treshold dan tidak serta partai baru. Uniknya, semua parpol, apapun status keberadaannya, tetap wajib diverifikasi administratif. Hal ini seolah membuat kategori bahwa verifikasi adimistratif itu wajib, faktual itu Sunnah. Entah dari mana dasar pertimbangan hal itu dibuat," terangnya.

Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan, putusan No 53/PUU-XV/2017 seperti dikoreksi oleh MK sendiri, dengan membuat dua kategori verifikasi, administrasi dan faktual.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News