Radikal LaVani

Oleh Dahlan Iskan

 Radikal LaVani
Dahlan Iskan dan Presiden Keenam RI Sudilo Bambang Yudhoyono. Foto: disway.id

jpnn.com - Saya ini boleh dibilang golongan radikal: melayat kok begitu telat. Saya baru melayat setelah almarhumah dimakamkan lebih lima bulan sebelumnya.

"Nyuwun duko," kata saya kemarin malam --saat saya menyalami suami almarhumah.

Nyuwun duko tidak bisa diartikan sebagai sekadar minta maaf. Arti harfiah "nyuwun duko" adalah "minta agar diberi marah".

Itulah orang Jawa. Atau budaya Jawa. Kalau merasa berbuat salah --yang keterlaluan-- tidak cukup sekadar minta maaf. Harus sampai minta dimarahi.

"Nyuwun duko, Pak," kata saya mengulangi.

"Gak apa-apa. Saya tahu Pak Dahlan lama di luar negeri," ujar beliau --sambil merangkul saya. "Waktu almarhumah dirawat di Singapura Pak Dahlan kan sampai menengok dua kali," tambah beliau.

Kemarin malam saya memang ke Cikeas. Melayat. Sangat telat.

Dulu, saat Ibu Ani Yudhoyono meninggal dunia, saya lagi di Amerika. Lalu harus ke Tiongkok. Ke beberapa negara lainnya lagi.

Baca Juga:

Sambung ke Inggris. Baru ketemu istri sendiri di Hangzhou. Diajak pulang.

"Nyuwun duko," kata saya lagi --sambil cipika-cipiki.

Saya melihat Pak SBY masih begitu sedih. Wajahnya masih penuh duka. Pun setelah lima bulan berlalu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News