Serial Gerakan Tata Ruang dan Ekonomi Hijau

Rencana Tata Ruang, Instrumen Strategis Cipta Kerja

Oleh: Anton Doni Dihen

Rencana Tata Ruang, Instrumen Strategis Cipta Kerja
Direktur Teras Hijau Indonesia sekaligus Penggagas Gerakan Tata Ruang dan Ekonomi Hijau Anton Doni Dihen. Foto: Dokumentasi pribadi

Pasal 10 ayat (1) huruf a PP 22/2021 menunjuk salah satu sasaran pengecualian itu demikian: “lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada kabupaten/kota yang memiliki rencana detail tata ruang yang telah dilengkapi dengan kajian Lingkungan Hidup strategis yang dibuat dan dilaksanakan secara komprehensif dan rinci sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Dengan demikian, Daerah yang berniat memajukan daerahnya dengan topangan investasi dituntut untuk menyediakan RDTR sebagai salah satu bentuk kemudahan dan daya tarik. Sekaligus memastikan agar RDTR tersebut sudah dilengkapi KLHS sebagai instrumen penyempurna RDTR.

Lalu seperti apa "RDTR yang sudah dilengkapi dengan KLHS", sedemikian rupa sehingga dapat menghilangkan kewajiban Amdal? Apakah merupakan suatu dokumen kebijakan yang mudah atau sulit dalam penyusunannya? 

RTRW dan RDTR adalah instrumen kebijakan dengan jalur perkembangan yang sangat teknis. Semula berada di bawah kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum, kemudian beralih ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Dengan banyak sekali aspek yang diperhitungkan dalam penyusunannya, dengan segala potensi trade-off di dalamnya. Dan aspek keberlanjutan hanya salah satu aspeknya.

Karena hanya salah satu dari sekian banyak aspek, bukan tidak mungkin, apek keberlanjutan dikorbankan atau direndahkan tingkat signifikansinya. Apalagi karena perhatian dalam urusan keberlanjutan lebih diasosiasikan dengan kewenangan yang berada di kementerian lain, yakni Kementerian Lingkungan Hidup.

Maka, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai instrumen yang relatif baru merupakan cara untuk mendeteksi sejauh mana aspek lingkungan dan aspek-aspek keberlanjutan lain mendapat perhatian yang cukup dalam penyusunan RTRW/RDTR. Dia merupakan semacam alat untuk pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan RTRW/RDTR, sejalan dengan pengarusutamaan prinsip ini dalam kebijakan, rencana, dan program pembangunan lainnya.

Namun, apakah memang alat ini dapat diandalkan untuk menjalankan misi luhur penyelamatan prinsip-prinsip pembangunan berkeberlanjutan?

Sudah sejak tahun 2011, sudah ada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota yang merupakan pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. PP ini sendiri merupakan penerjemahan dari Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Cipta Kerja menyediakan banyak kemudahan untuk investasi dan kegiatan berusaha. Di antara berbagai kemudahan tersebut, penyederhanaan perizinan adalah bentuk kemudahan yang menonjol.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News