Sabar untuk Sulitnya Menerima Kekalahan

Sabar untuk Sulitnya Menerima Kekalahan
Sabar untuk Sulitnya Menerima Kekalahan

Para pendiri negara itu harus berdiskusi merumuskan seperti apa konstitusi yang mereka inginkan. Rupanya tarik ulur kepentingan sangat keras. Rapat untuk merumuskan konstitusi itu sampai berlangsung 12 tahun.

Empat isu besarnya: bagaimana cara memilih presiden, bagaimana cara menentukan wakil negara-negara bagian di pemerintahan pusat (federal), bagaimana soal budak, dan sistem perpajakan yang tidak mengurangi kekuatan negara bagian.

Kita, Indonesia, pernah mengalami masa-masa seperti itu ketika untuk kali pertama ingin memiliki konstitusi yang demokratis. Pemilu pertama kita di tahun 1955 sangat sukses. Demokratis dan damai. Terbentuklah konstituante. MPR. Mereka mulai bersidang untuk merumuskan UUD. Satu tahun belum selesai. Dua tahun belum selesai. Tiga tahun belum selesai. Empat tahun belum selesai. Bung Karno tidak sabar. Bung Karno ambil jalan pintas: mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Konstituante dibubarkan. UUD 45 kembali diberlakukan.

Dalam perkembangan berikutnya, berlakulah demokrasi terpimpin. Lalu, berganti dengan demokrasi Pancasila di zaman Pak Harto.

Kondisinya memang berbeda. USA terbentuk oleh bersatunya negara-negara bagian. Biarpun belum punya pemerintahan pusat, pemerintahan di daerah (negara bagian) sudah berjalan. Itulah sebabnya, banyak yang mendukung langkah Bung Karno. Tentu banyak juga yang menyayangkan. (*)

        Dahlan Iskan
Mantan CEO Jawa Pos


SAYA harus di New York tanggal 29-30 Mei lalu. Imam Shamsi Ali minta saya berbicara di forum Islam di Indonesia. Tempatnya di gedung PBB, New York.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News