Sabil dan Prof. Antara

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sabil dan Prof. Antara
Guru SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota Cirebon, Muhammad Sabil Fadhilah menunjukkan surat pemecatannya di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (15/3/2023). (FOTO ANTARA/Khaerul Izan)

Beberapa rektor yang pernah diributkan karena rangkap jabatan sebagai jajaran komisaris ialah Ari Kuncoro Rektor Universitas Indonesia, Dwia Aries Tina Pulubuhu Rektor Universitas Hassanudin, dan Arif Satria Rektor Institut Pertanian Bogor.

Tak heran jika jabatan rektor menjadi jabatan yang syarat akan konflik kepentingan.

Rektor yang seharusnya fokus dan berorientasi pada penyelenggaraan pendidikan akhirnya tergoda untuk menjadikan jabatannya sebagai  lahan strategis untuk kepentingan pribadi.

Jika pimpinan universitas saja sudah melakukan konflik kepentingan atas jabatan yang diemban, bagaimana mampu meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas? Belum termasuk beberapa universitas yang mengobral gelar honoris causa kepada politisi.

Dunia pendidikan tinggi sudah berubah menjadi perusahaan komersial setelah ditetapkan menjadi PTN-BH, perguruan tinggi negeri berbadan hukum.

Seorang rektor bukan hanya menjadi pemimpin lembaga pendidikan tinggi, tetapi dituntut untuk menjadi seorang direktur utama perusahaan.

Seorang rektor adalah ‘’petugas pemerintah’’, karena dia dipilih oleh pemerintah yang mempunyai suara mayoritas dalam pemilihan rektor.

Rektor adalah jabatan politik yang rawan terhadap intervensi politik.

Sabil, seorang guru honorer di Jawa Barat dipecat gegara dianggap memberi komentar kasar di medsos kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News