Sahabat D-dimer

Oleh: Dahlan Iskan

Sahabat D-dimer
Dahlan Iskan dan istri di Banyuwangi, Jawa Timur. Foto: disway.id

Diganti pil lagi: Xarelto. Tidak berhasil. Lalu, Covid saya pun negatif. Saya boleh meninggalkan RS. Apalagi, selama di RS saya juga tidak merasakan keluhan apa-apa. Seperti tidak terkena Covid sama sekali. 

Saya pun meninggalkan RS dengan D-dimer tetap tinggi. Di rumah, saya mencoba bermacam-macam jamu. Dari empon-empon Jawa. Gagal. Lalu, jamu Kalimantan.
Gagal. 

Seorang teman dari Bima mengalami D-dimer tinggi. Ia minum obat yang membuat D-dimer-nya turun. Saya pun minum obat itu. Tidak berhasil. 

Ternyata teman tadi terlalu cepat memberi info ke saya. Dua hari pertama D-dimer-nya memang turun. Namun, setelah itu ternyata naik lagi. 

Namun, obat teman itu terus saya minum. Saya sudah bertanya ke dokter: apa kandungan obat tersebut. Saya juga bertanya ke apoteker. Jawabannya sama: kandungannya persis seperti Plavix. 

Ya sudah. Saya minum saja terus. Sampai satu dus itu habis. Daripada minum Plavix. Harga obat itu hanya seperempat harga Plavix. Jauh lebih hemat.

Nanti saja, setelah obat murah tersebut habis, saya kembali ke Plavix. Atau terus. 

Saya pun sering tersenyum sendiri: kok D-dimer saya ini keras kepala sekali. 

Saya sudah sembuh dari Covid. Ternyata belum. Itulah yang disebut long Covid, ujar seorang dokter. Biasa juga disebut happy hypoxia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News