Sampah

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sampah
Ali Mochtar Ngabalin. Foto: M Fathra Nazrul Islam/dok.JPNN

Itulah beda habitus dengan koersi. Habitus menjadi habit kebiasaan, budaya sehari-hari. Orang menjalani aturan sosial dengan kesadaran tanggung jawab sebagai bagian dari makhluk sosial. Saling percaya dan saling bertanggug jawab terhadap kewajiban masing-masing, tanpa paksaan, tekanan, atau pengawasan.

Di beberapa negara, habitus ditumbuhkan dengan koersi melalui ancaman dan hukuman. Kekuatan koersif negara dipakai sebagai alat pemaksa untuk menjaga ketertiban umum.

Denda dan hukuman menjadi norma sehari-hari. Masyarakat menjalani aturan karena takut akan akibat hukum.

Singapura dan China menempuh jalan ini. Bapak bangsa Singapura, almarhum Lee Kuan Yew memakai tangan besi untuk menerapkan aturan dan hukum. Pelanggaran aturan sosial apa pun akan diancam dengan denda (fine). Karena itu Singapura diledeki sebagai "The Fine City" atau Kota Denda.

Dengan cara koersif semacam itu Lee menegakkan aturan dan disiplin nasional. Dengan strategi itu terbukti Singapura menjadi salah satu negara paling makmur di dunia. Singapura juga menjadi salah satu negara paling bersih dari sampah. Singapura juga menjadi negara yang bersih dari sampah korupsi.

Tentu tidak semua orang suka kepada Lee. Salah satu musuh bebuyutan Lee adalah kolomnis The New York Times, William Saphire yang rajin menjadi pengritik Lee. Saphire melihat kebijakan koersif Lee telah menciptakan manusia-manusia robot yang taat aturan karena takut denda. Ketika berada diluar negeri manusia robot itu seperti bebas dari kekangan dan kendali, lalu bertindak liar.

Itulah yang oleh Saphire digambarkan dalam kolom-kolomnya. Banyak warga Singapura yang liar, membuang sampah sembarangan, dan membuat onar sosial ketika berada di luar negeri, seolah mereka melampiaskan rasa keterkekangan di dalam negeri.

Tentu tidak semua warga Singapura bertindak seperti itu. Kalau ada satu dua orang Singapura yang bertindak seperti itu tidak bisa dijadikan ukuran generalisasi. Sama saja dengan turis Amerika yang membuat onar dengan mabuk di klub malam, tidak bisa serta-merta disebut bahwa bangsa Amerika suka membuat onar di luar negeri.

Para pengkritik membalas dengan mengatakan bahwa pemerintah adalah tong sampah yang seharusnya menjadi wadah..

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News