Sampai Kiamat tak Akan Minta Maaf

Sampai Kiamat tak Akan Minta Maaf
Hikmahanto Juwana. Foto: perspektifbaru.com

jpnn.com - PEMERINTAH Australia belum juga menyampaikan permintaan maaf atas ulah badan intelijennya yang menyadap ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Ani Yudhoyono, dan sejumlah petinggi pemerintah Indonesia.

Presiden SBY pun geram, diikuti sikap yang sama para pejabat lain, termasuk kalangan DPR. Langkah lebih keras mulai diwacanakan, yakni putus hubungan dengan negeri Kanguru itu.

Perlukah hingga memutuskan hubungan diplomatik? Berikut wawancara wartawan JPNN Soetomo Samsu, dengan Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D di Jakarta, Kamis (21/11).

Bagaimana tanggapan Anda terhadap wacana RI memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia?

Tidak ada pentingnya memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia. Karena persoalan penyadapan ini sebenarnya bukan masalah hubungan bilateral RI-Australia tapi masalah penyadapan yang dilakukan oleh Amerika.  Kalau memutuskan hubungan dengan Australia, lantas dengan Amerika gimana?

Menurut Anda Presiden SBY salah merespon?

Harus saya katakan, Presiden SBY telah mereduksi persoalan ini menjadi persoalan bilateral antara pemerintah RI dengan Australia. Ini tidak tepat. Karena ini masalah penyadapan oleh AS yang dilakukan para sekutunya. Karena persoalan direduksi menjadi persoalan bilateral, dampaknya lihat, hacker-hacker Indonesia menghacking situs-situs milik pemerintah Australia. Saya kira Amerika yang tertawa karena dia yang berulah, Australia yang disalahkan.

Lantas apa yang harus dilakukan pemerintah RI?

PEMERINTAH Australia belum juga menyampaikan permintaan maaf atas ulah badan intelijennya yang menyadap ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News